Info

Lebih Akurat, Malaria Ternyata Bisa Deteksi Kanker

Tidak hanya beri efek negatif, malaria juga punya sisi positifnya.

Rauhanda Riyantama | Yuliana Sere

Lebih Akurat, Malaria Ternyata Bisa Deteksi Kanker. (unsplash)
Lebih Akurat, Malaria Ternyata Bisa Deteksi Kanker. (unsplash)

Himedik.com - Malaria merupakan penyakit yang disebarkan melalui gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi. Pada umumnya, penyakit ini sering muncul ketika musim hujan.

Bicara soal malaria, penyakit ini jangan dianggap remeh sebab jika tingkat keparahannya sudah tinggi maka bisa mengakibatkan kematian.

Di sisi lain, malaria yang selama ini kita anggap berbahaya, justru bisa bertindak sebagai pendeteksi kanker, bahkan dianggap paling akurat.

Dilansir dari Newsweek, tim peneliti dari Universitas Copenhagen menemukan cara baru untuk mendeteksi kanker lewat malaria. Teknik ini menggunakan protein malaria.

Para peneliti mengungkapkan protein malaria memiliki kemampuan untuk mendeteksi kanker pada tahap awal. Hal ini dijelaskan oleh penulis utama studi, Ali Salanti.

''Metode ini kami mulai dengan mengambil sampel darah. Kami bisa menemukan sel kanker dalam darah.''

Lebih Akurat, Malaria Ternyata Bisa Deteksi Kanker. (unsplash)
Lebih Akurat, Malaria Ternyata Bisa Deteksi Kanker. (unsplash)

Menurutnya, metode ini sangat membantu mereka dalam menemukan sel kanker pada tahap awal. Penelitian ini dilakukan melihat kanker telah menjadi pembunuh utama kedua, menurut WHO.

Menurut Ali Salanti, metode atau cara ini bisa digunakan untuk beberapa jenis kanker, tidak hanya terpaku pada satu jenis saja.

''Metode ini bersifat luas. Jika ada kanker dalam darah, otomatis tumor sudah berkembang dalam tubuh.''

Protein malaria yang dimaksud untuk mendeteksi sel kanker adalah VAR2CSA. Protein ini ditemukan pada lebih dari 95 persen sel kanker dan menempel pada molekul gula.

Sebagai pembuktiannya, Ali Salanti memasukkan sebanyak 10 sel kanker ke dalam darah. Hasilnya, mereka bisa menemukan sembilan dari 10 sel kanker setelah melibatkan protein malaria tersebut.

Namun, ia mengaku penelitian ini juga masih membutuhkan penelitian-penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan bukti yang banyak.

Studi ini telah terbit di Nature Communications.

Berita Terkait

Berita Terkini