Info

Studi AS: Virus Corona Bisa Bertindak sebagai Pereda Sakit

Kemungkinan inilah penyebab banyaknya orang tidak bergejala pada tahap awal infeksi virus corona.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)
Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)

Himedik.com - Baru-baru ini ada salah satu penelitian yang menunjukkan bahwa hampir 80 persen orang yang terinfeksi virus corona Covid-19 tidak bergejala atau OTG.

Berkaitan dengan hal ini, sebuah studi dari University of Arizona Health Sciences mungkin dapat menjawabnya, yang menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat, secara 'tidak sengaja', berfungsi sebagai pereda sakit.

"Ini dapat menjelaskan mengapa hampir setengah dari semua orang yang terkena Covid-19 mengalami sedikit, atau tidak sama sekali, gejala. Meski mereka masih bisa menyebarkan penyakit," kata penulis studi dalam rilis berita, dilansir Fox News.

Penulis menduga alasan penyebaran Covid-19 karena pada tahap awal penyakit, penderita merasa baik-baik saja seolah tidak terkena virus.

"Penelitian ini meningkatkan kemungkinan bahwa rasa sakit, sebagai gejala awal Covid-19, dapat dikurangi oleh lonjakan protein SARS-CoV-2 karena virus membungkam jalur sinyal sakit pada tubuh," kata Rajesh Khanna, Ph.D., profesor di Departemen Farmakologi di Fakultas Kedokteran Universitas Arizona, Tucson.

COVID-19 (kuning) di antara sel-sel manusia (biru, merah muda dan ungu), credit: NIAID-RML
COVID-19 (kuning) di antara sel-sel manusia (biru, merah muda dan ungu), credit: NIAID-RML

Sebagian besar pakar medis berpikir SARS-CoV-2 menginfeksi ketika protein lonjakan protein virus menempel pada reseptor ACE2 pada sel manusia.

Padahal, virus juga dapat menggunakan reseptor kedua, yaitu neuropilin-1, untuk memasuki tubuh manusia.

Khanna menjelaskan bahwa banyak jalur biologis memberi sinyal pada tubuh untuk merasakan sakit. Salah satunya adalah melalui protein bernama vascular endothelial growth factor-A (VEGF-A).

Protein tersebut memainkan peran penting dalam pertumbuhan pembuluh darah, tetapi juga telah dikaitkan dengan penyakit seperti kanker, rheumatoid arthritis dan, yang terbaru, Covid-19.

"Seperti kunci di sebuah gembok, ketika VEGF-A berikatan dengan reseptor neuropilin, mereka memulai serangkaian peristiwa yang mengakibatkan hipereksitabilitas neuron, yang menyebabkan rasa sakit." lanjutnya.

Penampakan Saluran Napas Manusia yang Dipenuhi Virus Corona. (The New England Journal of Medicine/Live Science)
Penampakan Saluran Napas Manusia yang Dipenuhi Virus Corona. (The New England Journal of Medicine/Live Science)

Tim peneliti menemukan protein SARS-CoV-2 mengikat ke neuropilin di bagian yang persis sama dengan VEGF-A.

Mereka menggunakan hewan pengerat untuk membuktikan teori ini, menggunakan VEGF-A sebagai pemicu untuk menginduksi rangsangan neuron, yang menciptakan rasa sakit, kemudian menambahkan protein lonjakan SARS-CoV-2.

"Protein lonjakan benar-benar membalikkan sinyal nyeri yang diinduksi VEGF. Terlepas dari dosis yang diberikan, baik tinggi maupun rendah, itu benar-benar menghilangkan rasa sakit," imbuhnya.

Selain menjelaskan kemungkinan penyebaran Covid-19y yang luas, peneliti juga mengatakan temuan mereka dapat membantu para ilmuwan membuat terapi non-opioid.

Berita Terkait

Berita Terkini