Info

Awas, Sebutir Telur Tiap Hari Tingkatkan Risiko Diabetes hingga 60 Persen

Meskipun dikenal sehat, namun keseringan makan telur malah bisa tingkatkan risiko diabetes.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Telur. (shutterstock)
Telur. (shutterstock)

Himedik.com - Sering dianggap sebagai salah satu makanan sehat mengandung protein, telur nyatanya tak baik jika keseringan dikonsumsi. Namun penelitian dari University of South Australia menunjukkan bahwa konsumsi telur yang berlebihan dapat meningkatkan risiko diabetes.

Melansir Medical Xpress, orang yang rutin mengonsumsi satu atau lebih telur per hari (setara dengan 50 gram) meningkatkan risiko diabetes hingga 60 persen. Studi ini telah diterbitkan pada  British Journal of Nutrition.

"Pola makan adalah faktor yang tampak dan dapat dimodifikasi pada timbulnya diabetes tipe 2, jadi memahami berbagai faktor makanan yang mungkin memengaruhi peningkatan prevalensi diabetes itu cukup penting," kata Ahli epidemiologi dan kesehatan masyarakat, Dr. Ming Li dari UniSA.

Sementara hubungan antara makan telur dan diabetes sering diperdebatkan, penelitian ini bertujuan untuk menilai konsumsi telur jangka panjang dan risiko terkena diabetes. Peningkatan risiko diabetes ditentukan oleh glukosa darah puasa.

"Apa yang kami temukan adalah bahwa konsumsi telur jangka panjang yang lebih tinggi (lebih dari 38 gram per hari) meningkatkan risiko diabetes di antara orang dewasa China sekitar 25 persen," ujar dokter Li.

"Selain itu, orang dewasa yang rutin makan banyak telur (lebih dari 50 gram, atau setara dengan satu telur per hari) memiliki peningkatan risiko diabetes hingga 60 persen," imbuhnya.

Ilustrasi telur rebus. (Elements Envato)
Ilustrasi telur rebus. (Elements Envato)

Dokter Li mengatakan bahwa konsumsi telur yang lebih tinggi terkait dengan risiko diabetes pada orang dewasa China. Efek tersebut juga lebih terasa pada perempuan dibandingkan pria.

"Untuk mengalahkan diabetes, diperlukan pendekatan multisection yang tidak hanya mencakup penelitian, tetapi juga seperangkat pedoman yang jelas untuk membantu menginformasikan dan membimbing publik," kata dokter Li.

Dalam hal ini para peneliti menegaskan bahwa studi lebih lanjut masih diperlukan untuk mengeksplorasi hubungan sebab akibat.

Berita Terkait

Berita Terkini