Info

Studi: Konsumsi Makanan Tinggi Lemak Bisa Memicu Masalah Kesehatan Jantung

Sebuah penelitian baru menunjukkan konsumsi makanan tinggi lemak bisa berefek pada kesehatan jantung.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi makanan berlemak. (pixabay/ivabalk)
Ilustrasi makanan berlemak. (pixabay/ivabalk)

Himedik.com - Makanan tinggi lemak disebut bisa meningkatkan risiko masalah jantung. Hal ini disebabkan kerena  makanan tinggi lemak dapat mengaktifkan respons jantung yang menyebabkan kerusakan dan serangan jantung. Hal ini dinyatakan dalam penelitian yang terbit pada Biochemical and Biophysical Research Communications.

Melansir dari Healthshots, para peneliti mengamati efek dari memberi tikus pola makan tinggi lemak pada tingkat stres oksidatif pada sel-sel jantung. Tim dari University of Reading menemukan bahwa sel-sel dari tikus memiliki dua kali lipat jumlah stres oksidatif dan menyebabkan sel-sel jantung menjadi 1,8 kali lebih besar karena hipertrofi jantung yang terkait dengan penyakit jantung.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa pola makan tinggi lemak dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel otot yang membentuk jantung. Tampaknya peralihan terjadi pada tingkat sel ketika tikus diberi makan makanan berlemak tinggi yang menyebabkan protein tidak berbahaya yakni Nox2 menjadi terlalu aktif," ujar penulis pertama penelitian, Dr Sunbal Naureen Bhatti dari University of Reading.

Ilustrasi. (Shutterstock)
Ilustrasi. (Shutterstock)

"Sifat pasti bagaimana protein Nox2 bekerja menyebabkan kerusakan oksidatif dan memicu hipertrofi destruktif masih diteliti, kami benar-benar baru mengetahui bagaimana protein Nox2 merespons pola makan tetapi penelitian kami dengan jelas menunjukkan bahwa diet tinggi lemak berpotensi menyebabkan kerusakan signifikan pada jantung," tambah Bhatti.

Para peneliti fokus pada protein kunci Nox2 yang diyakini terkait dengan peningkatan stres oksidatif di jantung. Studi ini menemukan bahwa tikus yang diberi makanan tinggi lemak memiliki aktivitas Nox2 dua kali lipat di mana menyebabkan jumlah spesies oksigen reaktif (ROS).

Berita Terkait

Berita Terkini