Wanita

Kisah Anik, Tularkan Semangat hingga Wujudkan Mimpi Anak Pejuang Kanker

Ia pun menegaskan kanker bukanlah akhir dari segalanya.

Vika Widiastuti

Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Satu Berbagi (SHB). (Arkadia Digital Media/Ema Rohimah)
Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Satu Berbagi (SHB). (Arkadia Digital Media/Ema Rohimah)

Himedik.com - Hidup bukan hanya tentang diri sendiri, tetapi orang lain. Itulah yang dilakoni oleh Anik Sulistiyani atau Anik Vero, Founder Komunitas Satu Hati Berbagai (SHB).

SHB merupakan komunitas yang fokus mendukung anak-anak pejuang kanker yang digerakkan Anik sejak 2010 dan dinamai SHB pada 2014. Melalui komunitas itu, ia ingin kembali mengingatkan jika banyak teman-teman di sekitar kita yang membutuhkan pertolongan.

Saat ditemui HiMedik.com beberapa waktu lalu di RSUP DR Sardjito, Yogyakarta, Anik mengatakan SHB merupakan wujud syukur karena ia telah sembuh dari kanker yang pernah diderita. "Aku pengen gantian berbagi," katanya ramah.

Pernah menjadi pasien kanker membuat Anik tahu betul bagaimana perasaan saat orang didiagnosis kanker atau saat keluarga dekat didiagnosis menderita kanker. Bukan hal yang mudah tentu.

Melalui komunitas inilah, ia berusaha memberikan motivasi kepada pasien dan keluarganya agar tetap optimis. Ia juga menceritakan tentang teman-teman lain yang semangat dan berhasil sembuh. Hal ini diharapkan agar pasien dan keluarga pasien tetap optimis. 

Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Hati Berbagi (SHB) saat sharing dengan adik-adik jagoan cilik di RS Moewardi pada April 2018. (Dok. Anik Sulistiyani)
Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Hati Berbagi (SHB) saat sharing dengan adik-adik jagoan cilik di RS Moewardi pada April 2018. (Dok. Anik Sulistiyani)

Ia juga mengingatkan mereka agar tak mendengar omongan yang negatif dari orang lain yang justru melemahkan. Sebab, tak hanya perihal pengobatan, masalah psikis pun penting untuk kesembuhan pasien.

"Pada intinya dengan semangat, doa juga dukungan keluarga, sahabat semuanya, kita bisa survive," tandas wanita kelahiran Yogyakarta, 31 Desember 1981.

Selain itu, Anik juga akan menyediakan waktunya saat orang tua pasien ingin curhat agar mengurangi beban pikirannya. "Pokoknya Allah yang ngasih kita jalan kesembuhan. Terus aku selalu bilang Buk kalau mau curhat, curhat aja. aku terbuka buat orang tua pasien buat curhat soalnya aku emang nggak ada jarak sama mereka," ujarnya menggambarkan kedekatan hubungannya dengan orang tua pasien.

Selain memberikan motivasi dan dukungan morel, Anik mengatakan, SHB juga memberikan bantuan, berupa bingkisan, donasi uang, popok, kebutuhan lain pasien, hingga mewujudkan mimpi pasien.

Menurutnya, mimpi anak-anak itu simpel. Namun, sangat berarti untuk mereka, misalnya anak ingin membeli sesuatu seperti boneka.

Ia pernah mewujudkan mimpi seorang anak yang suka pantomim. "Saya share ke temen-temen seniman Jogja. Akhirnya diwujudkan mimpinya. Dia ikut pentas besar yang buat si anak itu super semangat dalam waktu seminggu dia sudah jalan pakai kaki palsu karena mau pentas," terangnya.

Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Satu Berbagi (SHB). (Arkadia Digital Media/Ema Rohimah)
Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Satu Berbagi (SHB). (Arkadia Digital Media/Ema Rohimah)

Selain mewujudkan mimpi anak, terkadang SHB juga mengadakan program jalan-jalan sebagai salah satu bentuk healing therapy untuk kesembuhan anak-anak. Mereka pernah mengunjungi Museum Dirgantara, De Mata Museum Jogja, dan sering mengadakan acara hiburan, seperti pertunjukan sulap.

Dari anak-anak yang ditanganinya, lanjutnya, paling banyak yang menderita kanker darah, kanker bola mata, kanker tulang, dan kelenjar getah bening. "Kelainan darah juga perlu diperhatikan kayak lupus, talesemia," tambahnya.

Dirinya pun kini fokus merangkul pasien yang tinggal di Yogayakarta, Muntilan, Klaten, Megelang atau yang tidak tinggal di rumah singgah. "Rumah singgah kan sudah ada yang membantu untuk obat, tapi untuk pasien yang butuh donasi uang, kami juga support pasien yang mondok," katanya.

Anik mengaku, dirinya juga melakukan home visit kepada anak-anak yang baru selesai pengobatan atau yang tak mau menjalani pengobatan. "Kadang juga ngisi sharing,  Insya Allah nanti ke Medan. Di mana orang membutuhkan aku dateng," ujar lulusan Perhotelan Akademi Pariwisata Dharma Nusantara Sakti (Akparda) Yogyakarta tersebut.

Ibu satu anak ini mengaku bersyukur bisa diberi kesempatan untuk membantu anak-anak yang menderita kanker, meski ia merasa tak banyak yang bisa dibantunya.

Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Hati Berbagi (SHB) bersama dengan keluarga pasien. (Dok. Anik Sulistiyani)
Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Hati Berbagi (SHB) bersama dengan keluarga pasien. (Dok. Anik Sulistiyani)

"Jadi plong gitu. Bisa sharing bisa bantu mereka, campur aduk. Kadang ada pasien yang tiba-tiba nge-drop. Kan anak-anak tiba-tiba ngagetin, Ini dikabarin ada yang pendarahan yang harus ngulang," ceritanya sedih.

Ia pun jadi teringat saat dirinya harus berjuang melawan kanker tulang yang sempat dideritanya. Ia bahkan sempat mengulang dan harus menjalani 10 kali operasi, baik operasi besar atau kecil. "Makanya kadang untuk kanker tulang, nggak apa-apa operasi aja kalau dokter bilang amputasi. kadang ada penolakan dari keluarga," imbuhnya.

Bahkan pernah, menurutnya, ia sempat dijutekin oleh keluarga pasien. Namun, ia pun tahu, amputasi bukan hal yang mudah. Tak sedikit yang dipertaruhkan. 

Apalagi bagi pasien yang berusia menginjak remaja, tapi bisa jadi ini adalah pilihan yang terbaik. "Akhirnya waktu itu ada yang mau amputasi bagus sampai sekarang. Jadi bener-bener dilema," tambahnya.

Ia pun menegaskan kanker bukanlah akhir dari segalanya. "Kanker itu bukan akhir segalanya. kanker itu anugerah ketika kita bisa memaknai. Oh udah aku bisa menerima. Ya udah jalannya ada aja deh," terangnya.

Anik mulanya didiganosis menderita kanker tulang pada 2007 saat berusia sekitar 20an tahun. Mulanya, ia mengaku kakinya terasa nyeri saat jalan, cepat lelah, dan selalu ingin duduk. "Pakai sepatu apapun kok rasanya nggak enak," tambahnya.

Ia akhinya tahu terkena kanker setelah jatuh dari motor yang menyebabkannya tak bisa berjalan. Awalnya dikira patah tulang. Namun, setelah dirujuk ke RS DR Sardjito ketahuan ternyata ia mengidap kanker.

Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Hati Berbagi (SHB) saat menjadi pembicara . (Dok. Anik Sulistiyani)
Anik Sulistiyani, Founder Komunitas Satu Hati Berbagi (SHB) saat menjadi pembicara . (Dok. Anik Sulistiyani)

"Kaget, terus bertanya-tanya kanker tulang itu apa. Dokter tanya apakah ada keturunan (yang menderita kanker tulang, -red) enggak. Masih bertanya-tanya kok bisa," ucapnya.

Namun, ia ingat saat SD sempat di posisi kaki yang sama terdapat luka yang kemudian sembuh. Saat itu, dirinya tak dibawa ke dokter sehingga tak tahu apa yang dialaminya.

Akhirnya 21 september 2010, ia menjalani operasi amputasi kaki kanannya dan Desember 2010,  Anik mulai pasang kaki palsu. Ia berani memutuskan amputasi kaki kanannya karena perasaan lelah harus bolak-balik ke rumah sakit, ia bahkan pernah menjalani operasi disambung tulang orang mati.

Selain itu, keputusannya untuk amputasi kaki kanannya juga dilatarbelakangi karena takut kankernya menyebar. Ia mengaku juga tak enak merepotkan banyak orang.

 "Nggak enak banget kemarin-kemarin aku ngrepotin orang tua, temen-temennya. makanya aku harus yang mandiri. setelah aku selesai operasi terakhir, aku mau kontrol sendiri kemana-mana sendiri," ungkapnya.

Hingga saat ini, dirinya fokus membantu anak-anak penderita kanker. Ia mengaku, apa yang dilakukannya selama ini tak lepas dari dukungan keluarganya.  Anik merasa beruntung mendapatkan suami yang yang menerima kondisinya dan selalu memberikan dukungan.

Ditambah lagi, sang anak yang kini berusia hampir 3 menjadi kekuatan tersendiri bagi Anik.  "Kadang nggak semua orang bisa nerima kekurangan kita," imbuhnya.

Saat ini, Anik pun menjaga pola makan dan gaya hidup sehat, seperti mengurangi makanan yang mengandung pengawet, msg, bakar-bakaran. "Sesekali aja, semua dibatasi. Aku sekarang lebih banyak masak," ungkapnya.

Selain pola makan, mengelola stres dan energi positif, serta istirahat yang cukup juga penting. Ia juga harus menjaga kesehatan dan tidak terlalu lelah.

Bahkan kadang hal ini yang menjadi tantangan tersendiri baginya sebab saat ingin membantu atau mengunjungi teman-teman, kondisinya tidak memungkinan.  "Nggak selalu bisa ke RS kadang kondisiku nggak enak itu yang bikin aku sedih," katanya.

Ia juga menceritakan pernah mengalami meningitis karena terlalu lelah. Kini ia pun ingin lebih menjaga agar tidak terlalu lelah. Meski demikian ke depannya, Anik berharap dirinya lebih bisa membantu adik-adik dan temen-temen semua yang membutuhkan.

"Kalau ada temen, keluarga atau kenalan yang sedang sakit, dukung mereka rangkul mereka. Jangan bilang kasihan ya. kasih dukungan, doakan," tutupnya.

Berita Terkait

Berita Terkini