Wanita

Terjadi Lagi, Seorang Wanita Idap Penyakit Langka akibat Pakai Cat Rambut

Kandungan pada cat rambut ternyata membuat gadis ini alergi.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi pewarna rambut. (pixabat/ulleo)
Ilustrasi pewarna rambut. (pixabat/ulleo)

Himedik.com - Sebuah insiden akibat penggunaan pewarna rambut kembali terjadi. Kali ini penderitanya mengalami kondisi fatal.

Seorang wanita berusia 29 tahun menceritakan kisahnya ketika ia menderita alergi yang diakibatkan oleh pewarna rambut selama hampir sepuluh tahun.

Semua ini berawal pada 2010, ketika Robyn Cherry, asal Inggris, berniat mewarnai rambutnya menjadi cokelat. Ia mengaku sudah sering mewarnai rambutnya dan selalu mengujinya dahulu selama 48 jam.

Ia pun melakukan kebiasaan tersebut pada pewarnaan rambut cokelatnya kali ini. Namun, kulit kepalanya justru mulai terasa terbakar setelah diwarnai.

Awalnya Robyn mengabaikan sensasi tersebut, tetapi keesokan harinya ia terbangun dengan wajah bengkak, dua kali dari ukuran wajah aslinya.

"Kepalaku terlihat seperti tomat, aku sangat takut. Dan rasa sakit itu menyiksa. Kepalaku terasa sangat panas hingga seperti mau lepas," ujar Robyn, dilansir World of Buzz.

Produk pewarna rambut dikaitkan dengan risiko kanker. (Shutterstock)
Produk pewarna rambut dikaitkan dengan risiko kanker. (Shutterstock)

Karena tak tahan dengan rasa sakitnya, dan saluran napasnya tersumbat, Robyn dibawa ke rumah sakit oleh sang ibu.

"Aku bisa merasakan wajahku makin besar dan mataku bengkak. Aku benar-benar buta, itu mengerikan," sambungnya.

Kemudian, Robyn mengaku dirinya pingsan setiap beberapa menit karena rasa sakit yang membuatnya histeris.

"Aku mendengar dokter mengatakan rambutku rontok dan kulit kepalaku melepuh. Mereka mengatakan ini adalah reaksi terburuk yang pernah mereka lihat, dan jika aku mengabaikannya dalam beberapa jam, aku mungkin sudah meninggal. Aku sangat ketakutan dan terus memohon agar mereka menyelamatkanku."

Dokter mengatakan, ia memiliki reaksi alergi terhadap paraphenylenediamine (PPD), bahan pewarna rambut yang umum. Seharusnya, kata dokter, tes pewarna dilakukan selama 48 jam, tidak cuma 24 jam seperti yang Robyn lalukan.

Setelah 16 jam kemudian, Robyn akhirnya sudah bisa bernapas kembali, sehingga ia dipulangkan. Namun, ketika baru sampai rumahnya, gadis ini tiba-tiba berhenti bernapas dan kembali dilarikan ke rumah sakit lagi.

Setelah itu, Robyn keluar-masuk ruang gawat darurat setiap empat hari dan dokter juga membatasi makanannya karena reaksi alergi.

"Aku menjadi alergi terhadap sebagian besar makanan, rempah-rempah, kacang-kacangan, alkohol, dan pakaian. Aku tidak bisa makan di restoran, memakai pakaian bagus, atau pergi minum-minum dengan teman-temanku."

Pelepasan PPD telah menyebabkan tubuh Robyn mengalami syok, yang berarti dia mengalami reaksi alergi parah terhadap benda yang umum ditemui sehari-hari, termasuk matahari.

Setiap kali ia tersengat matahari, kulitnya akan ditutupi lepuhan. Ia juga akan gatal-gatal di sekujur tubuh dan seolah akan pingsan.

Ilustrasi musim panas. (PIxabay/Free-Photos)
Ilustrasi musim panas. (PIxabay/Free-Photos)

Robyn kemudian didiagnosis dengan polumorphic light eruption and solar urticaria atau erupsi cahaya polimorfik, suatu kondisi langka yang membuatnya sensitif dengan matahari.

"Aku mengonsumsi antihistamin dan steroid seumur hidupku. Selama musim panas saku tidak bisa menikmati liburan di pantai atau bahkan di taman," katanya.

Ia pun menyesalkan keputusannya untuk mewarnai rambutnya pada hari itu, dan memeperingatkan siapa pun untuk selalu melakukan tes pewarna dahulu selama 48 jam sebelum mewarnai rambut.

"Tolong selalu lakukan tes pewarna, dan jika kau pergi ke penata rambut, pastikan tes itu ditunggu 48 jam," tandasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini