Wanita

Gejala Jangka Panjang, Mantan Pasien Covid-19 Alami Masalah Menstruasi

Beberapa perempuan mengaku bahwa mereka mengalami masalah menstruasi selama dan setelah Covid-19.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)
Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)

Himedik.com - Beberapa mantan pasien Covid-19 menyatakan bahwa siklus menstruasi mereka terganggu selama infeksi, bahkan setelah sembuh.

Dalam gejala jangka panjang atau normal, Covid-19 bisa menganggu kesehatan perempuan. Melansir dari Medical News Today, banyak perempuan dengan gejala jangka panjang mengalami menstruasi yang tidak teratur. Mereka juga bisa mengalami pembekuan darah menstruasi yang tidak biasa atau sindrom pramenstruasi (PMS) yang memburuk.

"Saya perhatikan bahwa siklus menstruasi saya segera berubah ketika saya sakit dengan Covid-19," kata Rose, mantan pasien Covid-19 kepada Medical News Today.

"Dua minggu setelah mengalami Covid-19, saya seharusnya menstruasi tetapi saya tidak mengalaminya, dalam delapan bulan saya hanya lima kali menstruasi," imbuhnya.

Sementara Julia mantan pasien Covid-19 yang berusia pertengahan 40-an juga mengalami ggangguan siklus menstruasinya.

"Pada bulan Mei, saya melewatkan siklus menstruasi selama sebulan penuh. Pada bulan Juni dan kemudian Juli, saya kembali mengalami menstruasi tetapi sangat tidak menentu, berlangsung lebih lama dan sering kali berhenti kemudian berlangsung kembali," jelas Julia.

Sementara Edith melaporkan mengalami kelelahan yang ekstrim dan melemahkan, serta nyeri otot yang mengerikan. Edith juga menjelaskan bahwa dokternya mendiagnosis perimenopause. Dalam hal ini, Medical News Today setidaknya menanyai enam perempuan yang mengalami masalah menstruasi.

Ilustrasi virus corona, hidung, mimisan (Pixabay/mohamed_hassan)
Ilustrasi virus corona, hidung, mimisan (Pixabay/mohamed_hassan)

Meski masih belum jelas mengapa Covid-19 memengaruhi menstruasi, namun stres mungkin bisa menjadi salah satu alasan.

"Stres sendiri diketahui menyebabkan ketidakteraturan menstruasi dengan mengganggu sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium, sehingga bisa berpengaruh pada menstruasi," ujar Dr. Linda Fan, asisten profesor Obstetri, Ginekologi dan Ilmu Reproduksi di Yale School of Medicine.

"Informasi yang dipublikasikan tentang efek SARS-CoV-2 cukup jarang. Namun, ada beberapa kemungkinan biologis bahwa virus dapat menyerang fungsi ovarium secara langsung," imbuhnya.

Studi kecil di China mengungkapkan bahwa 25 persen orang dengan Covid-19 mengalami perubahan menstruasi.

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Reproductive BioMedicine Online pada bulan September menunjukkan bahwa dari 177 orang dengan Covid-19, 45 di antaranta (25 persen) melaporkan perubahan volume darah menstruasi. Sementara 50 orang atau 28 persen melihat berbagai perubahan pada siklus menstruasi mereka.

"Beberapa pasien mengalami siklus yang lebih berat dan yang lainnya memiliki volume yang lebih ringan. Ini mungkin terkait dengan penekanan hormon ovarium," ujar Dr. Valinda Nwadike, seorang dokter spesialis kebidanan-ginekologi di Amerika Serikat.

Berita Terkait

Berita Terkini