Anak

Tragis, Orang tua Menolak Vaksin, Bayi Meninggal karena Difteri

Sekitar seminggu sebelum meninggal, sang anak mengalami demam dan sakit tenggorokan.

Angga Roni Priambodo | Dwi Citra Permatasari Sunoto

Ilustrasi bayi. (pixabay)
Ilustrasi bayi. (pixabay)

Himedik.com - Kejadian malang menimpa orangtua di Johor, Malaysia, yang harus merelakan anaknya meninggal dunia karena difteri. Sekitar seminggu sebelum meninggal, anaknya mengalami demam dan sakit tenggorokan.

''Anak itu mengalami demam dan sakit tenggorokan pada 4 Oktober 2018, dan ia dirawat di klinik swasta pada tanggal 11 Oktober 2018. Keesokan harinya anak itu dibawa ke IGD karena sulit bernapas dan tidak nafsu makan,'' tutur Datuk Dr. Noor Hisham Abdullah selaku Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia.

''Pasien dirawat di bangsal anak-anak, lalu pada tanggal 13 Oktober 2018 dipindahkan ke unit perawatan intensif anak-anak karena kondisinya yang semakin lemah dan butuh bantuan pernapasan,'' imbuhnya.

Sayangnya pada hari Senin (15/10/2018), ia dinyatakan meninggal dunia karena difteri berat yang disertai dengan kegagalan multiorgan. Uji tes laboratorium kemudian dilakukan dengan sampel apusan tenggorokan pasien. Hasilnya, sampel apusan menunjukkan adanya bakteri Corynebacterium diphtheriae.

Difteri adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Penyebaran/penularannya melalui udara yang terpapar bersin atau batuk dari orang yang terinfeksi bakteri. Infeksi terlihat seperti lapisan kelabu tebal yang sering ditemukan pada tenggorokan dan amandel.

Difteri. (Omics International)
Difteri. (Omics International)

Maka dari itu, Dr. Noor Hisyam mendesak masyarakat untuk melakukan vaksinasi, terutama untuk penyakit menular seperti difteri. Vaksinasi dapat diperoleh di puskesmas, rumah sakit, atau klinik.

''Tidak memberikan vaksin pada anak akan mengantarkannya pada infeksi bakteri dan juga menempatkan orang-orang di sekitarnya dalam bahaya serupa.''

''Orangtua yang belum memvaksinasi anak-anaknya harus melakukannya sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Mereka bisa memvaksin anaknya di klinik terdekat,'' tutup Dr. Noor Hisyam.

Entah apa alasannya, beberapa orangtua ada yang menolak memberikan vaksin pada anaknya. Tapi sebaiknya kita sadar bahwa vaksin penting untuk mencegah penularan/infeksi penyakit seperti difteri. Di Indonesia sendiri vaksin DTP merupakan langkah pencegahan penyakit difteri yang paling efektif.

Vaksin DTP termasuk dalam imunisai wajib bagi anak-anak di Indonesia. Vaksin ini meliputi difteri, batuk rejan (pertusis), dan tetanus. Pemberian vaksin dilakukan sebanyak 5 kali saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 1.5 tahun, dan 5 tahun.

Selanjutnya anak bisa diberikan booster dengan vaksin sejenis yaitu Tdap/Td pada usia 10 dan 18 tahun. Untuk perlindungan yang optimal, pemberian vaksin Td bisa diulangi setiap 10 tahun.

Gejala difteri sendiri biasanya berupa demam dan sakit tenggorokan sama seperti yang dialami bayi pada kasus di atas, yang lama kelamaan menjadi semakin lemah dan sulit bernapas sehingga membutuhkan bantuan alat pernapasan. Gejala lainnya yaitu muncul lapisan putih di tenggorokan dan amandel.

Jika muncul gejala seperti di atas, sebaiknya segera periksakan ke dokter karena jika tidak ditangani secepatnya akan menimbulkan komplikasi penyakit. Jadi, masih tidak mau memberi vaksin pada anak?

Berita Terkait

Berita Terkini