Anak

Video Penderita Cerebral Palsy Berjalan, Tepis Ucapan Dokter 18 Tahun Lalu

Video tersebut bikin banyak orang kaget.

Rima Sekarani Imamun Nissa | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana

Penderita ataxic cerebral palsy berjalan tanpa bantuan - (Twitter @Jayy_NA)
Penderita ataxic cerebral palsy berjalan tanpa bantuan - (Twitter @Jayy_NA)

Himedik.com - Seorang penderita Cerebral Palsy tipe Ataxic bernama Matthew membuat warganet di seluruh penjuru dunia terbelalak. Videonya ketika berjalan tanpa bantuan telah menjamur di Twitter.

Video itu diunggah kakaknya, Michael, melalui akun @Jayy_NA pada Kamis (24/1/2019) kemarin. Michael menceritakan bahwa Matthew telah 'menepis' ucapan dokter saat ia masih bayi.

Menurut keterangan Micahel, ketika berusia 6 minggu, Matthew dinyatakan tidak akan bisa berjalan. Ia pun harus menggunakan kursi roda sepanjang hidupnya.

Namun, dua bulan lalu, Matthew diberi tahu bahwa suatu hari ia akan bisa berjalan. ''Ini dia, satu bulan berlatih denganku, berjalan sejauh 37 meter tanpa bantuan apapun,'' tulis Michael.

Hingga berita ini ditulis, video tersebut telah mendapat retweets lebih dari 76 ribu kali dan disukai sekitar 500 ribu pengguna Twitter. Banyak dari mereka yang menanyakan kondisi yang dialami Matthew.

Michael lantas memberi jawaban. ''Keluargaku dan aku berterima kasih atas dukungan kalian!'' tulisnya.

''Bagi yang bertanya-tanya, dia menderita Ataxic Cerebral Palsy, menggunakan walker untuk berjalan sejak SMP, mulai pakai tongkat di tahun kedua SMA, dan sudah 18 tahun menjalani terapi fisik.''

Mengutip Birth Injury Guide, Ataxic Cerebral Palsy (CP) adalah jenis kelainan yang paling jarang terjadi dan dialami sekitar 5 hingga 10% dari semua orang dengan CP. Anak-anak dengan CP ataxic memiliki gangguan berupa tremor dan bisa juga memiliki masalah bicara dan apa pun yang berkaitan dengan mulut.

Cerebral palsy ataxic disebabkan oleh kerusakan pada otak kecil, bagian dari otak yang membantu mengendalikan dan menyelaraskan gerakan dan koordinasi. Hal ini dapat terjadi ketika sel-sel putih otak rusak karena luka, pendarahan otak sebelum kelahiran, tekanan darah tinggi ibu, dan masalah dengan plasenta selama kehamilan dan/atau persalinan.

Berita Terkait

Berita Terkini