Anak

WHO Resmi Tetapkan Kecanduan Main Game sebagai Penyakit Mental

Ada beberapa kriteria untuk mendiagnosis penyakit gaming disorder.

Agung Pratnyawan | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana

Arcade controller untuk video game - (Pixabay/monikabaechler)
Arcade controller untuk video game - (Pixabay/monikabaechler)

Himedik.com - Kecanduan bermain game alias 'gaming disorder' secara resmi telah ditetapkan sebagai penyakit mental oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Menurut WHO, gaming disorder didefinisikan sebagai pola perilaku bermain game yang ditandai dengan gangguan pengendalian diri untuk bermain game, meningkatnya prioritas terhadap bermain game melebihi minat dan kegiatan lain dalam keseharian, dan berlanjutnya bermain game meskipun ada konsekuensi negatifnya.

Seperti dilaporkan Venture Beat, Sabtu (25/5/2019), keputusan untuk memberlakukan revisi ke-11 pada Klasifikasi Penyakit Internasional (ICD-11) telah dibuat oleh 194 anggota WHO, setelah periode pertimbangan dimulai kembali pada Juni 2018 lalu dan telah selesai pada 25 Mei kemarin.

Langkah-langkah untuk memberlakukan perubahan ini akan direalisasikan pada 1 Januari 2022.

Ilustrasi bocah main online game - (Pixabay/ExplorerBob)
Ilustrasi bocah main online game - (Pixabay/ExplorerBob)

WHO juga menjelaskan bahwa gaming disorder bisa didiagnosis. Menurut penjelasan mereka, kecanduan bermain game akan tergolong sebagai penyakit jika pola perilaku pasien cukup parah, sehingga mengakibatkan penurunan signifikan dalam fungsi pribadi, keluarga, sosial, pendidikan, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya, dan biasanya akan terbukti setidaknya selama 12 bulan.

WHO pun telah menyarankan para gamer untuk lebih memperhatikan waktu yang mereka habiskan untuk bermain game, terutama jika game telah mengambil alih kegiatan sehari-hari lainnya.

Sebenarnya bermain video game bukan kegiatan yang buruk, tetapi akan menjadi gangguan ketika kesehatan fisik dan psikologis serta fungsi sosial terusik.

Sejumlah ahli berpendapat, klasifikasi baru ini tidak diperlukan. Mereka khawatir akan terjadi larangan untuk video game di seluruh dunia karena dianggap jahat dan efek positifnya menjadi dipandang sebelah mata.

Berita Terkait

Berita Terkini