Anak

Miliaran Anak Terganggu Pendidikannya, Pandemi Picu Bencana Generasi

Lebih dari satu miliar anak-anak di dunia tidak bisa masuk sekolah. Sementara 40 juta anak-anak ketinggalan pendidikan di masa-masa penting prasekolah.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi anak memakai masker. (Shutterstock)
Ilustrasi anak memakai masker. (Shutterstock)

Himedik.com - Pandemi Covid-19 membuat sekolah tutup dan satu miliar anak terpengaruh dengan kebijakan tersebut. Sementara 40 juta anak-anak ketinggalan pendidikan di masa-masa penting prasekolah. 

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, menyatakan bahwa pandemi virus corona telah menyebabkan gangguan pada dunia pendidikan terbesar dalam sejarah. Hal ini membuat sekolah di 160 negara terpaksa harus ditutup. 

"Ini bencana generasi yang dapat menyia-nyiakan potensi manusia yang tak terhitung, merusak kemajuan pendidikan selama puluhan tahun dan memperburuk ketidaksetaraan yang mengakar," kaat Guterres seperti yang dikutip dari Time

"Bahkan sebelum pandemi, dunia sudah menghadapi krisis pembelajaran karena lebih dari 250 juta anak putus sekolah," tambahnya.  Menurut Guterres, seperempat anak sekolah menengah di negara berkembang hanya lulus sekolah dasar. 

Menurut penelitian global badan pendidikan PBB UNESCO dan organisasi mitra di 180 negara menyatakan bahwa sekitar 23,8 juta anak dan remaja berisiko putus sekolah atau tidak memiliki akses ke pendidikan tahun depan karena dampak ekonomi pandemi.

"Kami berada pada momen yang menentukan bagi anak-anak dan remaja di dunia," kata Guterres. 

Ilustrasi anak-anak (getty images/christopher futcher)
Ilustrasi anak-anak (getty images/christopher futcher)

"Keputusan yang diambil pemerintah saat ini akan berdampak jangka panjang pada ratusan juta anak dan pada prospek pembangunan negara selama beberapa dekade mendatang," tambahnya. 

Melansir dari Times, Asisten Direktur Jenderal Pendidikan UNESCO, Stefania Giannini menekankan bahwa sekolah tidak hanya untuk belajar tetapi memberikan perlindungan sosial dan gizi, terutama bagi anak yang rentan.

"Krisis virus corona telah memperkuat ketidaksetaraan digital, sosial dan gender," kata Giannini. 

Menurutnya, anak perempuan, pengungsi, penyandang cacat, anak terlantar, dan anak di daerah pedesaan menjadi yang paling rentan. Mereka hanya akan memiliki kesempatan kecil untuk melanjutkan belajar mereka. 

Berita Terkait

Berita Terkini