Info

Bahaya! Pil Nyeri Saraf Lyrica Bisa Bikin Ketagihan Sampai Ingin Bunuh Diri

Pfizer melakukan strategi pemasaran yang canggih untuk obat nyeri saraf Lyrica dengan nama generik pregabalin.

Rima Sekarani Imamun Nissa | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana

Lyrica - (Instagram/@hi_healthy_hannah)
Lyrica - (Instagram/@hi_healthy_hannah)

Himedik.com - Baru-baru ini The Sydney Morning Herald merilis hasil investigasinya terhadap perusahaan farmasi terkenal Pfizer. Investigasi itu dilakukan dengan fokus pada obat nyeri saraf Lyrica yang memiliki nama generik pregabalin.

Dikutip HiMedik.com, Sabtu (23/3/2019), The Sydney Morning Herald mengungkapkan pada 2011 lalu, beberapa orang telah mendengar soal pil nyeri saraf dari Pfizer, Lyrica. Saat itu sebagian besar Lyrica hanya tersedia secara terbatas di klinik spesialis nyeri. Dosisnya pun dijaga agar tetap rendah untuk meminimalkan efek samping Lyrica yang buruk.

Delapan tahun kemudian, Lyrica menjadi salah satu obat yang paling diresepkan di Australia. Lebih dari 4 juta resep untuk pregabalin ditulis pada 2017 hingga 2018, sehingga menelan biaya pemerintah dan konsumen lebih dari Rp1,7 miliar.

Hal tersebut disusul oleh dampak yang sangat negatif. Penyelidikan yang dilakukan The Age mengungkapkan, pil nyeri saraf Pfizer yang disebut-sebut aman dan tidak membuat ketagihan itu ternyata sangat membuat kecanduan. Obat itu juga berbahaya ketika diminum dengan obat lain dan diikuti berbagai efek samping yang buruk, termasuk pikiran untuk bunuh diri.

Obat ini telah dikaitkan dengan lebih dari 250 kematian akibat overdosis obat dan enam kasus bunuh diri. Bahkan, menurut sebuah penelitian, lebih dari 85 ribu warga Australia menyalahgunakan pregabalin. Kini para dokter yang prihatin sedang berjuang untuk mengatasi dampak tersebut.

Lyrica - (Instagram/@donnadee1979)
Lyrica - (Instagram/@donnadee1979)

''Sekarang semua orang mengonsumsinya untuk segala kondisi,'' kata Profesor Rachelle Buchbinder, seorang dokter sakit punggung terkemuka. ''Saya bekerja seharian melepaskan orang-orang darinya.''

Rupanya, menurut investigasi The Sunday Age dan The Sun-Herald, Pfizer telah melakukan upaya yang canggih dan didanai dengan baik untuk memenangkan subsidi pemerintah untuk obat tersebut, kemudian mempromosikannya kepada dokter dan konsumen.

"Mereka melakukannya dengan cara yang sangat strategis, yang merangkul semua pihak yang memiliki pengaruh sangat besar. Itu adalah strategi pemasaran yang canggih," kata Lesley Brydon, CEO Painaustralia, organisasi hukum tertinggi untuk nyeri kronis yang diluncurkan untuk mengadvokasi mereka yang terdampak Lyrica.

Tidak ada tindakan Pfizer yang ilegal. Namun penyelidikan mengungkapkan pengaruh besar yang dapat dimiliki perusahaan farmasi seperti Pfizer.

Ilustrasi minum obat. (Pixabay/guvo59)
Ilustrasi minum obat. (Pixabay/guvo59)

''Kami melihat konferensi diselenggarakan, membawa semua spesialis rasa sakit,'' kata dokter spesialis nyeri Tony Hall, salah satu dokter pertama di Australia yang meresepkan Lyrica yang disubsidi.

''Dokter meresepkannya untuk setiap jenis rasa sakit, bukan hanya sakit saraf. Itu indikasi betapa luasnya promosi yang dilakukan Pfizer untuk obat ini,'' kata dia lagi.

Pada 2012, Pfizer membayar denda Rp14,3 triliun setelah Departemen Kehakiman menuduhnya mempromosikan empat obat, termasuk Lyrica, untuk mengatasi kondisi yang secara medis tidak sesuai dengan indikasinya. Mereka juga membayar para dokter karena telah meresepkan obat-obat itu.

Meski begitu, dokter menganggap, penarikan pregabalin secara mendadak memiliki efek yang tak aman. Maka dari itu, pasien yang mempertimbangkan untuk mengubah dosis disarankan untuk bertanya dulu ke dokter.

Berita Terkait

Berita Terkini