Anak

Bayi Kekurangan Oksigen saat Lahir Miliki Risiko Jangka Panjang!

Kekurangan oksigen atau asfiksia dapat terjadi pada bayi sebelum, selama atau setelah dilahirkan dan kondisi ini berisiko membuat bayi lahir cedera.

Rima Sekarani Imamun Nissa | Rosiana Chozanah

Ilustrasi ibu gendong bayinya. (Pixabay/blankita_ua)
Ilustrasi ibu gendong bayinya. (Pixabay/blankita_ua)

Himedik.com - Asfiksia atau kekurangan oksigen dinilai mempunai risiko signifikan pada bayi selama proses persalinan.

Kondisi ini terjadi saat otak bayi dan organ lainnya tidak mendapatkan oksigen dan nutrisi yang cukup sebelum, selama atau setelah kelahiran.

Menurut Seattlechildren.org, apabila bayi mengalami asfiksia ringan atau sedang, mereka bisa pulih sepenuhnya.

Sedangkan jika sel tidak mendapatkan oksigen cukup untuk waktu yang lama, bayi kemungkinan akan mengalami cedera permanen.

Kondisi ini bisa memengaruhi otak, jantung, paru-paru, ginjal atau organ lainnya.

Bayi Kekurangan Oksigen saat Lahir Miliki Risiko Jangka Panjang! - 1
Ilustrasi bayi baru lahir (Shutterstock)

Penyebab umum dari kondisi ini di antaranya meliputi:

Terlalu sedikit oksigen dalam darah ibu sebelum atau selama melahirkan

  • Masalah dengan plasenta yang terpisah dari rahim terlalu cepat
  • Persalinan terlalu lama atau sulit
  • Masalah dengan tai pusat saat melahirkan
  • Infeksi sesius pada ibu atau bayi
  • Tekanan darah tinggi atau rendah pada ibu
  • Jalan napas bayi tidak terbentuk dengan baik
  • Jalan napas bayi terhalang
  • Sel-sel darah bayi tidak mendapat cukup oksigen

Asfiksia juga dapat memiliki efek jangka panjang, baik untuk sang bayi maupun keluarganya.

Ilustrasi seorang ibu melahirkan bayi kembar dari ayah yang berbeda (Pexels/Dominika Roseclay)
Ilustrasi seorang ibu melahirkan bayi kembar dari ayah yang berbeda (Pexels/Dominika Roseclay)

Berdasarkan birthinjuryguide.org, efek jangka jangka bagi bayi yang mengalami asfiksia adalah kecacatan. Beberapa masalah yang bisa terjadi misalnya cerebral palsy, autisme, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), kejang, dan masalah perilaku.

Kondisi seperti itu seringkali membutuhkan perawatan khusus jangka panjang. Hal itu termasuk pengobatan, terapi okupasi, fisik, perilaku, dan metode pendidikan khusus.

 

Berita Terkait

Berita Terkini