Info

Ini Respons Pemerintah dalam Mencegah Wabah Flu Babi Afrika

Wabah flu babi Afrika di Cina sudah diwaspadai pemerintah Indonesia dengan melakukan tindakan pencegahan.

Rauhanda Riyantama

Cegah wabah flu babi Afrika masuk Indonesia, pemerintah lakukan pelatihan investigasi wabah. (Dok. FAO/Kementan)
Cegah wabah flu babi Afrika masuk Indonesia, pemerintah lakukan pelatihan investigasi wabah. (Dok. FAO/Kementan)

Himedik.com - Pemerintah Indonesia terus mewaspadai pergerakan African Swine Flu alias flu babi Afrika yang tengah mewabah di Cina. Beberapa upaya pencegahan sudah dilakukan agar penyakit ini tak masuk ke Tanah Air.

Demi mencegah masuknya flu babi Afrika ke Indonesia FAO ECTAD Indonesia (Pusat Darurat untuk Penyakit Hewan Lintas Batas) bersama dengan Direktorat Kesehatan Hewan dan Peternakan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian, melakukan pelatihan investigasi wabah bagi petugas kesehatan hewan di tingkat pusat dan daerah.

Hingga 2018 ini, sudah sebanyak 298 petugas kesehatan hewan diberi pelatihan investigasi penyakit ini. Mereka tersebar di beberapa kota, antara lain Subang, Yogyakarta, Maros, Lampung, Bukittinggi, Banjarbaru, Denpasar, dan Medan.

Salah satu kegiatan utama dari pelatihan investigasi wabah ini adalah dengan meningkatkan kapasitas dokter hewan pusat dan daerah. Fungsinya agar dapat secara efektif mendeteksi dan melaporkan wabah.

''Pelatihan investigasi wabah ini sangat penting. Karena saya perhatikan beberapa tahun ini ketika melakukan investigasi laporan yang diberikan petugas selalu berbeda. Memang laporan bisa bervariasi bergantung karakteristik kasus maupun lokasi,'' ungkap Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertaian, Fadjar Sumping Tjatur Rasa, seperti dilansir Suara.com

''Akan tetapi ada substansi-substansi yang harus tetap ada disitu. Pendataan hewan, kemudian keadaan lingkungan, asal hewan dan sebagainya. Ini penting diterapkan,'' imbuhnya.

Selain untuk mengendalikan penyakit, investigasi wabah juga penting bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan langkah selanjutnya. "Karena itu kita sebagai petugas harus bisa menyajikan data-data dan informasi, serta bukti-bukti lapangan yang bisa diformulasikan untuk membuat kebijakan," kata Fadjar.

Jika ditilik dari sejarah, flu babi Afrika pertama kali terjadi di Eropa dan Amerika pada awal tahun 1950-an hingga 1980-an. Namun pada 2007, jenis virus tersebut baru terjadi lagi di Georgia, kemudian menyebar dan mengganggu peternakan babi di negara kawasan Eropa Timur.

Sedangkan di wilayah Asia pertama kali terdeteksi di peternakan babi di wilayah Siberia Federasi Rusia pada Maret 2017. Hingga akhirnya menyebar ke daratan Cina pada awal Agustus 2018 ini. Virus ini ditemukan pertama kali di timur laut negeri Tirai Bambu tersebut.

 

Artikel terkait dimuat Suara.com dengan judul: Cegah Wabah Flu Babi Afrika, Ini Respons Pemerintah

Berita Terkait

Berita Terkini