Info

Studi: Wanita Lebih 'Tahan Banting' Hadapi Rasa Sakit daripada Pria

Para ilmuwan di Kanada terkejut melihat hasilnya.

Vika Widiastuti | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana

Ilustrasi wanita lebih baik hadapi rasa sakit (Pixabay/PublicDomainPictures)
Ilustrasi wanita lebih baik hadapi rasa sakit (Pixabay/PublicDomainPictures)

Himedik.com - Sebuah penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa wanita dapat menghadapi rasa sakit lebih baik daripada pria. Pernyataan ini menjelaskan perbedaan wanita dan pria dalam mengingat penderitaan di masa lalu.

Para ilmuwan di Kanada terpana ketika mendapati pria dan wanita tidak mengingat rasa sakit di masa lalu dengan cara yang sama. Temuan mengejutkan ini menunjukkan bahwa wanita melupakan, tetapi tidak dengan pria.

Jadi, ketika harus menghadapi rasa sakit yang sama lagi, pria lebih stres dan hipersensitif terhadap rasa sakit itu daripada wanita. Jeffrey Mogil, yang memimpin penelitian ini di Universitas McGill, mengatakan, "Kami terkejut ketika melihat adanya perbedaan yang sama antara pria dan wanita, seperti yang kita lihat pada tikus."

Loren Martin, dari University of Toronto, menambahkan, "Yang lebih mengejutkan adalah, para pria lebih menunjukkan reaksinya. Padahal, selama ini diketahui bahwa wanita lebih sensitif terhadap rasa sakit daripada pria dan umumnya lebih mudah stres."

Dikutip dari New York Post, Jumat (11/1/2019), beberapa orang secara sukarela mengikuti dua percobaan dalam studi ini. Pada percobaan pertama, 41 pria dan 38 wanita mengalami rasa sakit tingkat rendah, yakni dalam bentuk panas di lengan mereka. Mereka kemudian menilai rasa sakit itu pada skala nol hingga 100.

Segera setelah itu, mereka mengalami pengalaman yang lebih menyakitkan. Mereka dipakaikan manset tensimeter yang diikatkan dengan kuat ke lengan mereka dan dipompa. Lalu mereka diminta melakukan latihan lengan selama 20 menit, tentu sangat menyiksa.

Hanya tujuh dari 80 sukarelawan yang menilainya kurang dari 50 pada skala nyeri sampai 100 poin.

Ilustrasi pria dan wanita - (Pixabay/pixel2013)
Ilustrasi pria dan wanita - (Pixabay/pixel2013)

Untuk menguji bagaimana faktor memori rasa sakit memengaruhi batas ambang rasa sakit kita, para ilmuwan mengulangi eksperimen yang sama pada hari berikutnya. Mereka menemukan, pria menilai tingkat rasa sakit mereka "lebih tinggi daripada penilaian sehari sebelumnya dan lebih tinggi daripada penilaian menurut wanita."

Mogil berkata, "Kami percaya, pria telah mengantisipasi rasa sakit dari manset itu, dan tekanan dari antisipasi itu menyebabkan sensitivitas terhadap rasa sakit yang lebih besar."

"Ada beberapa alasan kita bisa menduga bahwa akan ada peningkatan sensitivitas terhadap rasa sakit pada hari kedua, hanya saja kita tidak tahu kalau itu terjadi pada pria. Itu benar-benar mengejutkan," lanjutnya.

Para ilmuwan berharap, temuan mereka, yang diterbitkan dalam Current Biology ini, akan membuka jalan bagi perawatan baru untuk nyeri kronis.

Salah satu pendorong rasa sakit kronis diduga adalah memori dari rasa sakit sebelumnya.

"Jika rasa sakit yang diingat menjadi pendorong untuk rasa sakit kronis, dan kami memahami bagaimana rasa sakit diingat, kami mungkin dapat membantu beberapa penderita dengan melakukan mekanisme di balik ingatan secara langsung," jelas Martin.

Mogil pun menambahkan, "Penelitian ini mendukung gagasan bahwa ingatan tentang nyeri dapat memengaruhi rasa sakit di kemudian hari."

"Saya pikir pantas untuk mengatakan bahwa studi lebih lanjut tentang fenomena yang sangat kuat ini mungkin memberi kita wawasan yang mungkin berguna untuk pengobatan nyeri kronis di masa depan, dan saya tidak sering mengatakan itu. Satu hal yang pasti, setelah menjalankan studi ini, saya tidak terlalu bangga dengan gender saya," imbuhnya.

Berita Terkait

Berita Terkini