Info

Dokter Jiwa Beri Tanggapan soal Kabar Caleg Gagal Alami Gangguan Jiwa

Menurut dr. Andri, ini sejatinya bukan hal aneh.

Vika Widiastuti

Ilustrasi stres (Pixabay/Davidqr)
Ilustrasi stres (Pixabay/Davidqr)

Himedik.com - Pasca-Pemilu 2019 pada 17 April lalu, mulai bermunculan di media sosial kabar mengenai calon anggota legislatif yang mengalami gangguan jiwa. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus. 

Salah satunya oleh dr. Andri, SpKJ, FAPM, psikiater dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera. Kepada wartawan, dr Andri mengaku mendapat banyak pertanyaan terkait kemungkinan seseorang mengalami gangguan jiwa setelah gagal jadi caleg.

"Selama menjelang #pilpres2019 dan #pilleg2019 yang dilangsungkan serentak tahun ini saya banyak mendapat pertanyaan baik dari kawan,sejawat dokter maupun wartawan terkait kemungkinan caleg gagal akan alami gangguan jiwa," ujarnya.

Menurut dr. Andri, ini sejatinya bukan hal aneh. Dalam kondisi gagal mencapai tujuan dan harapan yang diimpikan, menjadi caleg contohnya, seseorang bisa saja mengalami gangguan jiwa.

"Jika memang benar ada caleg gagal yang mengalami gejala gangguan jiwa maka itu adalah hal yang wajar, suatu reaksi mekanisme pertahanan psikologis dari seorang manusia yang mengalami kegagalan," terangnya.

Gejala gangguan jiwa ini bisa muncul dengan beragam. Gelisah, putus asa, sedih berlarut, hingga marah-marah merupakan gejala umum yang bisa muncul pada pasien gangguan jiwa.

Dalam tahap lanjut, kondisi psikotik yang ditandai dengan halusinasi dan delusi juga bisa dialami oleh pasien gangguan jiwa.

Warga binaan penderita gangguan jiwa mengikuti lomba perayaan HUT ke-72 Kemerdekaan RI di Pusat Rehabilitasi Orang dengan Gangguan Jiwa di Yayasan Galuh, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (17/8).
Ilustrasi Pusat Rehabilitasi Orang dengan Gangguan Jiwa di Yayasan Galuh, Bekasi, Jawa Barat. (Dok. Suara.com)

"Gejala-gejala ini jika hanya berlangsung sementara tidak bisa disebut sebagai gangguan jiwa yang akan menetap. Ini adalah suatu reaksi stres akut atau suatu gangguan penyesuaian," jelasnya.

Pasien gangguan jiwa tidak menetap tak butuh perawatan dan pengobatan berkelanjutan. Dalam waktu kurang lebih dua minggu, dr Andri menyebut pasien gangguan jiwa tidak menetap ini bisa kembali ke dirinya semula.

Namun, jika gejala gangguan jiwa tersebut tak hilang dalam waktu dua minggu, patut dicurigai gangguan jiwa yang muncul menetap dan butuh perawatan lebih lanjut.

"Tentunya hal ini juga berkaitan dengan latar belakang psikologis dan bawaan genetik orang tersebut. Bisa saja kondisi ini mengarah ke kondisi gangguan jiwa lebih lanjut jika tidak membaik dalam waktu dua minggu dan akhirnya membuat kualitas hidup orang tersebut menurun," tutupnya.

 
(Suara.com/M. Reza Sulaiman)

Berita Terkait

Berita Terkini