Info

Klaim Rokok Elektrik Bantu Berhenti Merokok Perlu Dikaji Berulang

Beberapa alasan mengapa rokok elektrik sebaiknya tidak digunakan untuk berhenti merokok.

Vika Widiastuti

Ilustrasi berhenti merokok. (pixabay)
Ilustrasi berhenti merokok. (pixabay)

Himedik.com - Rokok elektrik atau vape yang diklaim bisa menjadi salah satu cara orang untuk berhenti merokok perlu dikaji ulang. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dra. Yayi Suryo Prabandari, MSi., PhD, Guru Besar Promosi Kesehatan Masyarakat FK-KMK UGM & Koordinator Quit Tobacco Indonesia.

Menurutnya, penelitian mengenai penggunaan rokok elektrik sampai hari ini masih terus berlangsung, terutama dampak penggunaannya dalam jangka panjang. Sehingga klaim soal rokok elektrik dan sejenisnya menjadi salah satu cara untuk membantu perokok berhenti dari kebiasaan merokoknya, belum tentu benar. Hal inilah yang masih harus terus dilakukan uji penelitian berulang.

"Saya tidak menyarankan perokok untuk mengkonsumsi rokok elektrik dan sejenisnya saat berniat untuk berhenti merokok. Masih banyak yang harus dikaji," tegasnya, dalam rilis yang diterima Suara.com.

Hasil review sistematik terhadap rokok elektrik menunjukkan adanya lima faktor yang perlu  diperhatikan. Pertama, rokok elektrik berisi ekstrak tembakau, dan beberapa masih mengandung nikotin. Kedua, rokok elektrik banyak diproduksi oleh industri tembakau. Ketiga, rokok elektrik tetap memberikan pajanan kimiawi.

Keempat, asap rokok elektrik juga tetap memberikan pajanan kimiawi, yang berdampak bagi tubuh perokok maupun orang-orang di lingkungan sekitar. Kelima, beberapa perokok menggunakan rokok elektrik sebagai jembatan untuk berhenti, akan tetapi rekomendasi para dokter di barat dan hasil kajian rokok elektrik sebaiknya tidak digunakan dalam usaha berhenti merokok.

Menurut Prof Yayi, ada beberapa alasan mengapa rokok elektrik sebaiknya tidak digunakan untuk berhenti merokok. Efek samping penggunaan rokok elektrik belum jelas, pemeritah belum memiliki kontrol atau regulasi yang jelas, serta kajiannya pun belum efektif. Berbagai riset mengenai rokok elektrik memang telah dilakukan di Inggris, namun masih memerlukan kajian review jangka panjang.

Usaha untuk berhenti merokok memang bisa dilakukan melalui berbagai cara. Mulai dari berhenti secara langsung, menjalani terapi, maupun menggunakan terapi pengganti nikotin (Nicotine Replacement Therapy/NRT).

Cold turkey bukan metode terbaik berhenti merokok. (Shutterstock)
ilustrasi berhenti merokok. (Shutterstock)

"NRT sebagai salah satu bentuk terapi ini seringkali disalahartikan sebagai upaya permisif untuk mengkonsumsi rokok jenis baru semacam rokok elektrik, rokok elektrik dan lain sebagainya, padahal bukan," urainya lagi.

Penggunaan NRT masih dibawah kendali medis dengan dosis yang telah diatur sedemikian rupa. Upaya ini pun tidak berdiri sendiri, karena berdampingan dengan intervensi atau terapi perilaku untuk perokok.

Di sisi lain, Electronic Nicotine Delivery System (ENDS) yang sering dikenal sebagai rokok elektrik juga diklaim sebagai alternatif cara untuk berhenti merokok secara bertahap. Namun, beberapa ahli telah menyangkalnya, karena dianggap belum memiliki keamanan yang cukup adekuat termasuk potensi kerugian yang dihasilkan, efektifitas ENDS masih diragukan, regulasi lemah dan masih terbentur aspek etis.

Para ahli di Indonesia sejatinya lebih mengarahkan perokok untuk menjalani terapi henti rokok di Klinik Berhenti Merokok, bukan malah beralih mengkonsumsi rokok jenis lain. Klinik berhenti merokok ini mengembangkan terapi perilaku dengan modifikasi/penyederhanaan Cognitive Behavioral Therapy (CBT) bagi perokok dengan prinsip 5A yakni: Ask, Advice, Assess, Assist dan Arrange; serta 5R yakni: relevance, risk, reward, roadblock dan repetition).

Sebagai upaya terapi 5A dan 5R, petugas terapi akan menanyakan tentang riwayat merokok dan kebiasaan terkait dengan merokok, memberikan edukasi dan penjelasan terkait dengan akibat merokok, serta melakukan pengkajian keinginan untuk berhenti merokok dan keuntungan berhenti merokok.

Petugas juga berupaya membantu perokok untuk mengidentifikasi cara untuk berhenti merokok, sekaligus mengantisipasi gejala pemutusan obat dan merencanakan pertemuan lanjutan untuk memonitor usaha untuk berhenti.

Selain itu, prinsip 5R menekankan upaya untuk mendiskusikan kaitan antara berhenti merokok dengan keadaan saat ini seperti kesehatan maupun keinginan diri ataupun keluarga. Kedua, menjelaskan risiko jika meneruskan kebiasaan merokok, bahkan risiko jika berhenti.

Ketiga, mengidentifikasi dampak positif dari berhenti merokok (sisi kesehatan, sosial, ekonomi). Keempat, mendiskusikan hambatan yang mungkin terjadi selama usaha berhenti merokok, misal: cemas. Lalu kelima, mengingatkan kembali bahwa dalam usaha berhenti merokok disarankan untuk diulang beberapa kali. Terapi ini terbukti aman dan bertahan dalam jangka panjang. (Suara.com/M. Reza Sulaiman)

Berita Terkait

Berita Terkini