Info

Ternyata Ini Sebabnya Makan Keripik Kentang Bikin Nagih, Bukan karena Micin

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa konsumsi makanan olahan dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker, penyakit kardiovaskular dan kematian dini.

Vika Widiastuti

Ilustrasi keripik kentang. (Pixabay/avantrend)
Ilustrasi keripik kentang. (Pixabay/avantrend)

Himedik.com - Keripik kentang atau jenis makanan olahan lainnya sering membuat ketagihan. Banyak yang menganggap hal itu akibat efek dari kandungan monosodium glutamat atau disebut micin oleh masyarakat awam. Namun benarkah begitu?

Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Cell Metabolism pun mengungkap apasan di balik rasa 'nagih' saat mengonsumsi keripik kentang dan makanan olahan lainnya.

Studi yang dilakukan National Institutes of Health ini menemukan bahwa makanan olahan memiliki tekstur yang khas yang membuat orang makan lebih cepat.

"Jika Anda makan dengan sangat cepat, maka sama saja tidak memberi cukup waktu saluran pencernaan untuk memberi sinyal kepada otak bahwa Anda kenyang. Hal inilah yang membuat Anda tidak bisa berhenti melahapnya," ujar penulis utama Kevin Hall, dilansir dari New York Post.

Selain itu, kata dia, makanan olahan juga cenderung lebih padat kalori sehingga membuat orang tidak pernah merasa puas untuk mengonsumsinya hingga menyadari bahwa kalori yang masuk berlebihan ke tubuh.

Ilustrasi keripik kentang. [Shutterstock]
Ilustrasi keripik kentang. [Shutterstock]

"Bisa jadi orang makan lebih banyak karena mereka berusaha mencapai target kalori tertentu," kata Hall.

Peneliti berniat untuk terus mengeksplorasi apa saja yang mendorong peningkatan konsumsi kalori di antara masyarakat yang mengonsumsi banyak makanan olahan.

Meski demikian mereka memahami mengapa makanan olahan masih jadi pilihan utama bagi sebagian masyarakat.

"Kami tahu ada banyak faktor yang berkontribusi mengapa seseorang mungkin memilih makanan olahan daripada yang tidak diproses. Bagi orang-orang yang berada status sosial ekonomi rendah, mereka kurang memiliki keterampilan, peralatan, pengetahuan, dan biaya yang diperlukan untuk membuat makanan yang tidak diproses," imbuhnya.

Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa konsumsi makanan olahan dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker, penyakit kardiovaskular dan kematian dini. (Suara.com/Firsta Nodia)

Berita Terkait

Berita Terkini