Info

Studi: Musik Bisa Jadi Terapi Penyakit, Mulai Stroke hingga Demensia!

Ilmuwan menggunakan musik untuk membantu orang mengatasi stroke, penyakit Parkinson, demensia dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

ilustrasi mendengarkan musik (YouTube)
ilustrasi mendengarkan musik (YouTube)

Himedik.com - Musik disebut bisa menjadi terapi untuk berbagai penyakit, bahkan termasuk stroke hingga demensia. Penelitian juga menyebutkan, terapi musik mengubah cara pendekatan neurologi, penyakit Parkinson, hingga gangguan stres pasca-trauma (PTSD).

"Salah satu hal tentang penyakit Parkinson adalah ketidakmampuan untuk memulai gerakan," kata Alan Harvey, Profesor Emeritus di sekolah Ilmu Pengetahuan Manusia di UWA,seperti yang dilansir dari Medical Xpress.

"Entah bagaimana musik mulai mengaktifkan kembali sirkuit di otak yang sulit diakses," tambahnya.

Dilansir dari Medical Xpress, Profesor Felicity Baker, Kepala Terapi Musik di Melbourne Conservatorium of Music, ritme adalah rahasia terapi musik untuk penyakit fisik.

"Manusia menggunakan ritme ketika kita berjalan. Jadi, kita menggunakan musik untuk menyusun itu dan membantu orang-orang yang mungkin kehilangan koordinasi gerak untuk mendapatkan kembali koordinasi mereka" kata Baker.

Ilustrasi seseorang mendengarkan lagu sedih (Shutterstock)
Ilustrasi seseorang mendengarkan lagu (Shutterstock)

Ketika kita membuat atau mendengarkan musik, bagian otak yang terkait dengan fungsi motor diaktifkan. Terapis musik memanfaatkan ini dan menggunakan ritme sebagai stimulus eksternal untuk memandu gerakan fisik.

Pada tahun 2014, sebuah studi kecil di Kanada mengamati peningkatan yang signifikan dalam ketangkasan manual penderita stroke kronis setelah 3 minggu melakukan pelatihan dengan piano.

"Ketika kami membuat musik, itu melibatkan gerakan," kata Baker.

Misalnya, ketika kita bernyanyi maka paru-paru, otot vokal, dan artikulator akan bekerja.

"Dengan menggunakan musik, kamu mendukung pemulihan bagian otak yang rusak dan memulihkan fungsi yang hilang itu," imbuhnya.

Berlawanan dengan kepercayaan populer, tidak ada musik yang memiliki pengalaman general bagi semua orang sehingga preferensi musik juga perlu dipertimbangkan.

"Musik adalah pengalaman individual, terlalu banyak otobiografi dalam musik," kata Alan Harvey.

Sebagai gantinya, terapi musik yang berhasil bergantung pada preferensi pribadi masing-masing pasien dalam musik.

"Aturan utamanya adalah bahwa itu harus menjadi musik yang disukai orang yang bekerja denganmu. Jadi, jika Anda pasien saya, maka saya akan meminta ceritakan soal artis favoritnya," jelas Felicity.

"Saya akan merasakan selera musik Anda dan kemudian saya akan memilih lagu yang sesuai dengan preferensi pasien," tambahnya.

Ilustrasi mendengarkan musik. (Pixabay/kaboompics)
Ilustrasi mendengarkan musik. (Pixabay/kaboompics)

Hubungan dengan musik mungkin paling jelas terlihat pada pasien demensia.

"Ketika orang pergi ke panti jompo, mereka hanya duduk sepanjang hari. Mereka tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi ketika Anda membawa musik, mereka menjadi hidup. Anda melihat seperti apa mereka atau siapa mereka sebagai pribadi karena mereka mengenali musik ketika mereka tidak mengenali hal-hal lain," kata Felicity.

"Orang-orang mengingat hal-hal dari masa lalu mereka ketika dipasangkan dengan musik. Ini membawa kembali ingatan dan ingatan itu sering kali merupakan ingatan yang baik," tambahnya.

Berita Terkait

Berita Terkini