Info

Orang dengan Masalah Kesehatan Gusi Berisiko Demensia

Masalah gusi ternyata bisa terkait dengan risiko yang lebih tinggi terkena demensia.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi masalah kesehatn gusi (suara.com)
Ilustrasi masalah kesehatn gusi (suara.com)

Himedik.com - Sebuah penelitian menyatakan masalah gusi kronis mungkin meningkatkan risiko demensia. Hal ini dinyatakan dalam sebuah penelitian yang diterbitkan pada jurnal Neurology pada Rabu (29/7/2020).

Melansir dari Insider, merawat dengan baik gigi dan gusi Anda bisa memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan otak yang terkait dengan demensia di masa tua. 

Dalam hal ini peneliti dari beberapa universitas memelajari 4.559 peserta yang tidak memiliki tanda-tanda demensia pada awal penelitian. Mereka meninjau peserta selama 18 tahun dengan menilai kemungkinan pengembangan demensia atau penurunan kognitif.

Hasilnya, para peneliti menemukan bahwa partisipan yang menderita penyakit gusi parah hingga mengalami copot gigi berisiko 20 persen lebih mungkin menderita demensia bahkan Alzheimer. Risiko ini bisa meningkat 50 persen pada orang-orang yang mengalami kehilangan semua giginya. 

Hasil ini didapatkan setelah memperhitungkan faktor-faktor risiko lain demensia seperti diabetes, kolesterol tinggi, dan merokok. Tetapi para peneliti menekankan, bahwa hubungan ini hanya muncul pada mereka yang memiliki masalah gusi parah. 

Meskipun para peneliti belum memahami cara kerjanya, penelitian sebelumnya telah menyarankan bahwa bakteri yang menumpuk di mulut menyebabkan penyakit gusi mungkin memiliki berefek merusk otak. Penyakit gusi juga dikaitkan dengan bentuk lain dari penyakit kronis yang dapat meningkatkan risiko demensia.

Satu batasan dari penelitian ini adalah bahwa partisipan rata-rata berusia 63 tahun di mana memungkinkan telah mengalami penurunan kognitif sebelum ada masalah gusi.

"Penelitian kami tidak membuktikan mulut yang tidak sehat menyebabkan demensia dan ini hanya menunjukkan adanya hubungan kesehatan gusi dan risiko demensia," kata Ryan T. Demmer, penulis studi dan profesor epidemiologi dan kesehatan masyarakat dan Universitas Minnesota.

Berita Terkait

Berita Terkini