Himedik.com - Dengan kecepatannya, metode sunat laser populer di kalangan masyarakat dan menjadikannya sebagai pilihan. Padahal metode sunat yang satu ini tidak bebas dari risiko dan bisa berbahaya.
Sebelumnya, bocah asal Pekalongan beberapa tahun lalu kehilangan kepala kelaminnya karena ikut terpotong saat melakukan sunat laser. Menanggapi hal tersebut, Dr Arry Rodjani, SpU (K), Dokter Spesialis Urologi RS Siloam mengatakan bahwa sunat laser tidak menggunakan energi cahaya, namun menggunakan energi panas dengan menggunakan alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi dan diseksi.
Baca Juga
Dialami Rina Gunawan, Pelajari Panduan Cegah Covid-19 pada Pasien Asma!
Studi: Kekurangan Paparan Lingkungan Hijau Tingkatkan Risiko ADHD Anak
Enam Pengobatan Berikut Sering Diberikan untuk Merawat Pasien Covid-19
Waspada, Mengurangi Waktu Tidur 15 Menit Saja Bisa Tingkatkan Berat Badan
Bantu Pemerintah, Halodoc Buka Layanan Vaksinasi Gratis Drive Thru
Studi Sebut Olahraga Bisa Ringankan Migrain akibat Stres
"Pada penggunaan kauter (sunat laser), arus listrik langsung menuju jaringan penis dan bila preputium (kulup penis) dipotong dengan kauter dapat terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah," ujar dokter Arry pada Webinar bertajuk Pentingnya Edukasi dan Sosialisasi Bahaya Sunat Laser kepada Masyarakat, Rabu (3/3/2021).
"Untuk mencegah terjadinya cedera akibat teknik sunat yang salah, World Health Organization: Task Force of Circumcision merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan kompeten dengan menggunakan teknik yang steril dengan memperhatikan penanganan nyeri yang baik. Beberapa studi sudah tidak menganjurkan sunat laser untuk dilakukan," imbuhnya.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia, Prof Andi Asadul Islam mengatakan remaja yang melakukan sunat teknik laser sebesar 10,2 juta (12 persen). Prof Andi menegaskan meskipun sunat laser akan meminimalisir pendarahan, namun teknik ini meningkatkan risiko terpotongnya kepala penis.
"Tetapi ini (sunat laser) juga memiliki risiko, risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis atau uretra dan luka bakar," kata Prof. Andi Asadul Islam.