Info

Awas, Kelamaan Bekerja Tingkatkan Risiko Kematian Dini

Studi menunjukkan bahwa jam kerja yang panjang meningkatkan risiko kematian dini.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi bekerja lembur. (Pixabay)
Ilustrasi bekerja lembur. (Pixabay)

Himedik.com - Jam kerja yang panjang sekitar 55 jam seminggu meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung dan stroke. Hal ini dinyatakan oleh sebuah studi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dirilis Senin (17/5/2021).

Melansir dari Medical Xpress, laporan oleh Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) PBB muncul saat adanya perubahan sistem kerja selama pandemi yang  meningkatkan kecenderungan untuk bekerja lebih lama.

Studi tersebut merupakan analisis global pertama tentang risiko terhadap kehidupan dan kesehatan yang terkait dengan jam kerja yang panjang. Penelitian PBB ini telah diterbitkan dalam jurnal Environment International.

"Bekerja 55 jam atau lebih per minggu merupakan bahaya kesehatan yang serius," kata Maria Neira, direktur departemen lingkungan, perubahan iklim dan kesehatan WHO.

"Sudah waktunya kita semua (pemerintah, pemberi kerja, dan karyawan) menyadari fakta bahwa jam kerja yang panjang dapat menyebabkan kematian dini," imbuhnya.

Studi tersebut menyimpulkan bahwa bekerja 55 jam atau lebih per minggu dikaitkan dengan perkiraan 35 persen peningkatan risiko menderita stroke, dan peningkatan 17 persen risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik.

WHO dan ILO memperkirakan bahwa pada 2016, 398.000 orang meninggal karena stroke dan 347.000 karena penyakit jantung setelah bekerja setidaknya 55 jam per minggu.

Antara tahun 2000 hingga 2016, jumlah kematian akibat penyakit jantung terkait dengan jam kerja yang panjang meningkat sebesar 42 persen, sedangkan angka stroke meningkat sebesar 19 persen.

Sebagian besar kematian yang tercatat terjadi di antara orang-orang yang berusia 60 hingga 79 tahun di mana bekerja 55 jam atau lebih per minggu ketika mereka berusia antara 45 hingga 74 tahun.

"Jam kerja yang panjang diketahui bertanggung jawab atas sekitar sepertiga dari total perkiraan beban penyakit terkait pekerjaan, ini ditetapkan sebagai faktor risiko dengan beban penyakit akibat kerja terbesar," kata WHO.

Berita Terkait

Berita Terkini