Info

Gejalanya Berbeda, Varian Delta Bisa Picu Masalah Pendengaran dan Tinnitus

Virus corona Covid-19 varian Delta bisa memicu masalah pendengaran dan tinnitus.

Shevinna Putti Anggraeni

Ilustrasi virus corona Covid-19. (Pixabay)
Ilustrasi virus corona Covid-19. (Pixabay)

Himedik.com - Sekitar 90 persen kasus virus corona Covid-19 baru di Inggris disebabkan oleh varian Delta. Meskipun, program vaksinasi Covid-19 sudah berlangsung.

Adapun gejala utama virus corona Covid-19 termasuk demam tinggi, batuk terus-menerus, kehilangan indra penciuman dan perasa. Tapi, munculnya berbagai varian baru virus corona menyebabkan gejala yang berbeda.

Sebuah studi yang dipimpin oleh Profesor Colleen Le Prell menunjukkan bahwa virus corona varian Delta bisa menyebabkan masalah pendengaran dan keseimbangan serta tinnitus yang mengganggu.

Tinnitus adalah suatu kondisi yang menyebabkan telinga berdenging seolah mendengarkan suara-suara nyaring, tapi bukan berasal dari dunia luar.

Profesor Le Prell, dari University of Texas di AS, mengatakan gejala ini paling sering terlihat pada orang yang sudah menderita tinnitus.

Sebelumnya, virus corona Covid-19 telah terbukti menyebabkan peradangan yang bisa merusak pendengaran dan keseimbangan pada sistem saraf pusat dengan cara yang mirip seperti kehilangan indra penciuman dan rasa.

Ilustrasi virus Corona Covid-19. (Dok. Envato)
Ilustrasi virus Corona Covid-19. (Dok. Envato)

Kemudian, efek ini semakin buruk akibat stres dan bisa berdampak besar para orang yang menderita tinnitus sebelum pandemi virus corona Covid-19.

Risiko gangguan tinnitus kontak semakin meningkat terkait kesepian, kecemasan dan masalah keuangan selama pandemi virus corona Covid-19.

"Dengan kata lain, peserta yang mengalami peningkatan stres secara umum melaporkan gangguan tinnitusnya menjadi lebih parah daripada sebelum pandemi," jelas Le Prell dikutip dari Express.

Temuan penelitian dipresentasikan pada pertemuan tahunan Acoustical Society of America.

Profesor Le Prell juga mengatakan beberapa pengobatan eksperimental awal, seperti klorokuin dan hidroksiklorokuin, yang juga bisa memiliki efek samping pada pendengaran, terutama pada pasien dengan masalah ginjal.

"Saat ginjal tidak bisa berfungsi dengan baik, obat mungkin tidak bisa dimetabolisme dan dihilangkan dari tubuh dengan cepat yang bisa meningkatkan konsentrasi obat fisiologis dan risiko efek samping," kata Le Prell.

Menurut data dari studi ZOE Covid di King's College London, kasus varian Delta tidak menunjukkan gejala klasik virus corona Covid-19. Pemimpin studi Profesor Tim Spector mengatakan gejala varian Delta ini lebih seperti pilek.

Sedangkan, demam dan batuk tergolong gejala yang kurang umum pada virus corona varian Delta ini. Bahkan, kehilangan penciuman dan perasa juga bukan termasuk gejala virus corona varian Delta.

Profesor Spector mengatakan sebagian besar kasus baru ini terjadi pada orang muda yang belum divaksinasi dan variannya jauh lebih menular dari virus corona sebelumnya. Bahkan satu orang yang terinfeksi varian baru virus corona ini bisa menularkan virusnya ke 6 orang lainnya.

Profesor Spector memperingatkan kasus meningkat secara eksponensial dan orang-orang yang hanya memiliki satu dosis vaksin Covid-19 tidak boleh berpuas diri.

"Sebagian besar infeksi ini terjadi pada orang yang tidak divaksinasi. Kami hanya melihat sedikit peningkatan pada kelompok yang divaksinasi dan sebagian besar pada kelompok yang divaksinasi tunggal," jelasnya.

Le Prell juga menjelaskan bahwa sekarang ini virus corona Covid-19 sudah bertindak berbeda. Saat ini, varian baru virus corona lebih seperti flu yang buruk. Adapun gejala utama virus corona varian Delta, termasuk sakit kepala, pilek, sakit tenggorokan dan demam.

Berita Terkait

Berita Terkini