Info

Peneliti Mengembangkan Vaksin HIV Berbasis mRNA, Bagaimana Hasilnya?

Namun, uji coba vaksin HIV ini baru dilakukan kepada hewan.

Rosiana Chozanah

Ilustrasi HIV - (Shutterstock)
Ilustrasi HIV - (Shutterstock)

Himedik.com - Sebuah riset baru terhadap hewan menunjukkan bahwa vaksin HIV berbasis messenger RNA, atau mRNA, menunjukan harapan. Riset ini diakukan oleh ilmuwan dari National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) Amerika Serikat.

Menurut peneliti, vaksin aman digunakan dan dapat mendorong pembentukan antibodi yang diinginkan serta respons kekebalan terhadap virus mirip HIV.

Hasil yang terlihat pada kera rhesus yang menerima vaksin diikuti inokulasi booster menunjukkan bahwa hewan 79% lebih rendah terinfeksi virus simian-human immunodeficiency (SHIV) dibandingkan dengan hewan yang tidak divaksinasi.

"Vaksin mRNA eksperimental ini menggabungkan beberapa fitur yang dapat mengatasi kekurangan vaksin HIV eksperimental lainnya dan dengan demikian mewakili pendekatan yang menjanjikan," kata Direktur NIAID Anthony S. Fauci, dilansir Science Daily.

Vaksin eksperimental ini bekerja seperti vaksin mRNA Covid-19. Perbedaannya, vaksin ini memberikan instruksi berkode untuk memproduksi dua protein utama HIV, yakni Env dan Gag.

Sel otot hewan yang divaksinasi akan merancang kedua protein tersebut untuk menghasilkan partikel mirip virus (virus-like particle atau VLP) yang dipenuhi dengan banyak salinan Env di permukaannya.

Meski protein ini tidak dapat menyebabkan infeksi karena tidak memiliki kode genetik HIV lengkap, VLP ini cocok dengan HIV yang menular secara keseluruhan dalam hal merangsang respons kekebalan yang sesuai.

Ekperimen ini dimulai pada minggu ke-60, hewan divaksinasi dan kelompok kera yang tidak diinokulasi terpapar SHIV setiap minggu. Vaksinasi dilakukan melalui mukosa dubur.

Setelah 13 kali inokulasi mingguan, dua dari kera yang divaksin tetap tidak terinfeksi. Hewan lainnya yang juga divaksinasi mengalami keterlambatan infeksi, rerata terjadi setelah 8 minggu.

Sedangkan hewan yang tidak diimunisasi menjadi terinfeksi rerata setelah tiga minggu.

“Kami sekarang menyempurnakan protokol vaksin ini untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas VLP yang dihasilkan. Ini dapat lebih meningkatkan kemanjuran vaksin," imbuh peneliti.

Selain itu, peneliti juga berencana melakukan uji coba Tahap 1 terhadap sukarelawan dewasa yang sehat.

Berita Terkait

Berita Terkini