Pria

Selalu Menangis Saat Makan, Pria Ini Didiagnosis 'Sindrom Air Mata Buaya'

Apa penyebab sindrom air mata buaya?

Rosiana Chozanah

Ilustrasi menangis. (pixabay)
Ilustrasi menangis. (pixabay)

Himedik.com - Pria asal China didiagnosis dengan sindrom air mata buaya. Namun, ini bukanlah air mata palsu yang sengaja dikeluarkan agar terlihat menyedihkan.

Sindrom air mata buaya merupakan kondisi medis langka yang menyebabkan seseorang meneteskan air mata setiap kali mereka makan.

Tahun lalu, pemberitaan China dihebohkan dengan kasus seorang pria bernama Zhang selalu menangis ketika ia makan.

Zhang awalnya tidak begitu memikirkannya, tetapi jumlah air matanya semakin banyak ketika ia mengunyah dalam waktu lama.

Ia mengaku kondisinya itu menganggu kehidupan sosialnya, lapor Oddity Central.

Ilustrasi Pria Menangis (freepik)
Ilustrasi Pria Menangis (freepik)

Pria ini mulai menghindari makan di depan umum karena takut menangis di depan orang-orang. Jadi, dia mengisolasi diri.

Namun, Zhang sadar bahwa ia tidak bisa menyembunyikan kondisinya selamanya. Ia pun memeriksakan diri ke dokter.

Zhang memeriksakan dirinya pada Februari lalu ke salah satu rumah sakit di Wuhan, China. Di sana, ia didiagnosis kondisi langka yang umumnya disebut sindrom air mata buaya.

Kepala Departemen Oftalmologi di rumah sakit tersebut, Cheng Mian Ching, menjelaskan bahwa konsisi pasiennya itu berkaitan erat dengan kelumpuhan wajah yang dialami oleh Zhang.

Proses pemulihan dari kelumpuhan wajah telah mempengaruhi aktivitas kelenjar lakrimal, terutama di mata kirinya.

Selama periode pemulihan, serabut saraf wajah menjadi salah arah. Saraf saliva yang seharusnya menginervasi kelenjar submandibular malah ke kelenjar lakrimal.

Kesalahan saraf ini menyebabkan rangsangan seperti baru dan rasa memicu kelenjar lakrimal untuk menghasilkan air mata, bukan air liur.

Gejala sindrom air mata buaya bervariasi dari pasien ke pasien. Pada kasus yang lebih ringan, umumnya ditangani dengan konseling dan pemantauan rutin.

Dalam kasus yang lebih parah, pengobatan suntikan toksin botulinum (botox) ke kelenjar lakrimal adalah yang paling disarankan.

Hal ini akan menghentikan transmisi sepanjang serabut saraf yang 'menyimpang'. Namun, efek suntikan tersebut bertahan sekitar enam bulan.

Intervensi bedah juga merupakan solusi. Ini adalah pilihan dalam kasus Zhang.

Berita Terkait

Berita Terkini