Wanita

Kasus Demi Lovato, Kambuh Kecanduan Narkoba Berisiko Kematian

Dalam kasus lain, para pecandu narkoba yang kambuh justru berakhir dengan kematian.

Rauhanda Riyantama

Demi Lovato dalam aksi panggungnya. (arabia.msn.com)
Demi Lovato dalam aksi panggungnya. (arabia.msn.com)

Himedik.com - Nampaknya kasus kecanduan narkoba yang menimpa Demi Lovato kian rumit. Beberapa waktu lalu, setelah diperbolehkan pulang dari rumah sakit karena overdosis, ia menceritakan pada publik bahwa perjuangannya melawan kecanduan narkoba belum usai.

Telah menjadi rahasia umum, Demi Lovato pernah mengalami depresi dan kencanduan narkoba beberapa tahun lalu. Namun, setelah menjalani rehabilitasi ia dinyatakan sembuh sejak enam tahun silam.

Ternyata, kasus yang menimpa Demi Lovato belum benar-benar selesai. Kecanduannya terhadap narkoba kembali kambuh belum lama ini, hingga hampir merenggut nyawanya.

Melihat kasus tersebut, beberapa ahli mengatakan bahwa sembuh dari kecanduan narkoba butuh perjuangan ekstra. Dalam kasus lain, para pecandu justru berakhir dengan kematian.

Dalam pernyataan resminya di Instagram, Demi Lovato mengaku selalu terbuka dengan perjuangannya melawan narkoba. "Satu hal yang saya pelajari, hal ini bukan sesuatu yang mudah hilang seiring berjalannya waktu. Ini adalah sesuatu yang harus saya atasi dan masih belum selesai," ungkapnya.

Pernyataan Demi Lovato itu pun diamini oleh National Institute on Drug Abuse. Menurut mereka, kambuh dari kecanduan narkoba merupakan sesuatu yang wajar dalam proses pemulihan kecanduan terhadap zat aditif.

Tercatat ada sekitar 40 sampai 60 persen orang dengan kasus penyalahgunaan narkoba yang mengalami siklus kambuh. "Ada sejumlah faktor risiko yang membuat kambuh menjadi sesuatu yang berbahaya. Salah satu yang paling sering adalah kehilangann toleransi," kata Dr. Richard Blondell, wakil ketua kecanduan obat di University of Buffalo's Jacobs School of Medicine and Biomedical Sciences.

"Saat kambuh, seseorang akan mengambil dosis yang menurut mereka dapat efektif. Dari kebanyakan kasus, dosis yang diambil jauh lebih banyak dari sebelumnya, bahkan lebih dari setengahnya," jelas Dr. Richard Blondell.

Dr. Richard Blondell melanjutkan, perilaku tersebut muncul karena toleransi di otak hilang dan bisa mengancam jiwa.
"Semua sel otak memiliki reseptor yang merangsang sel saraf dan beberapa menghambat fungsi sel saraf. Saat seseorang mengambil obat yang mengganggu keseimbangan normal, maka otak akan mencoba mengembalikan keseimbangan itu," ungkapnya.

Seiring waktu, otak akan terbiasa melakukan penyesuaian semacam ini. Akibatnya, dosis obat yang dulu dipakai tidak akan memberi efek yang sama dan akhirnya mengambil dosis yang lebih besar dari sebelumnya. "Obat-obatan ini bergabung dengan fungsi otak, kemudian otak mengimbangi efek obat yang telah mengubah di bagian otak lain. Saat dosis terus ditingkatkan dari waktu ke waktu, toleransi pun akan meningkat," jelas Dr. Richard Blondell.

Sementara itu, Tammy Anderson, seorang profesor sosiologi spesialis penggunaan obat terlarang di Universitas Delaware menambahkan, faktor-faktor sosial juga dapat berperan dalam kambuhnya kecanduan. Banyak orang yang kambuh karena berada di lingkungan sosial yang menggunakan obat-obatan terlarang dan alkohol.

Berkaitan dengan sikap Demi Lovato yang terbuka dengan kondisi kecanduannya, Tammy Anderson menilai itu adalah hal yang baik. "Hal ini akan meningkatkan kesadaran banyak orang dan meningkatkan rasa iba publik sehingga mengurangi stigma seputar masalah kecanduan. Ini hal yang baik," pungkas Tammy Anderson.

Berita Terkait

Berita Terkini