Wanita

Pakai Lensa Kontak, Mata Wanita Ini Alami Kebutaan

Ikke Meliasari, perempuan 44 tahun itu mengaku mengalami kebutaan akibat memakai lensa kontak.

Rauhanda Riyantama

Ilustrasi wanita memakai lensa kontak. (unsplash)
Ilustrasi wanita memakai lensa kontak. (unsplash)

Himedik.com - Gelaran Asian Para Games 2018 memang baru saja usai. Indonesia pun finis di urutan kelima dengan koleksi 37 emas, 47 perak, dan 51 perunggu. Tentu prestasi ini melebihi target yang telah dibebankan oleh pemerintah.

Namun, di balik gegap gempitan dan keseruan para atlet peserta Asian Para Games, ada sosok pendukung lain yang patut diapresiasi. Adalah para terapis tunanetra yang turut menyukseskan ajang empat tahunan itu. 

Salah satunya ialah Ikke Meliasari, perempuan 44 tahun itu mengaku mengalami kebutaan akibat memakai lensa kontak. Nah, apakah benar menggunakan lensa kontak bisa menyebabkan kebutaan?

Setelah ditelusuri Himedik, apa yang diucapkan Ikke memang ada benarnya. Sebab, riset terbaru menemukan banyaknya kasus infeksi mata yang bisa menyebabkan kebutaan pada para pengguna lensa kontak di Inggris.

Penemuan ini didapat dari hasil riset yang dilakukan oleh peneliti dari University College London dan telah dipublikasikan di British Journal of Ophthalmology pada 19 September 2018.

Hasil riset ini menunjukkan, kasus infeksi yang disebut dengan acanthamoeba keratitis ini telah meningkat tiga kali lipat sejak 2011 di negara tersebut.

Sebesar 90 persen kasus terjadi pada pemakai lensa kontak, dan sebagian besar kasus infeksi ini terjadi karena berkaitan dengan kebersihan lensa. Setiap tahunnya ada dua sampai tiga orang dari 100.000 pemakai lensa kontak di Inggris yang terkena infeksi ini.

Acanthamoeba keratitis sendiri terjadi karena infeksi mikroorganisme yang disebut acanthamoeba. Infeksi ini menyebabkan peradangan dan rasa sakit pada kornea. Gejalanya meliputi rasa sakit dan gangguan pada penglihatan.

Menurut John Dart, konsultan dokter mata di Rumah Sakit Mata Moorfields yang memimpin penelitian ini, acanthamoeba keratitis adalah infeksi langka. Tetapi bila mengenai pasien, maka infeksi tersebut memiliki efek merusak jangka panjang pada pasien. 

"Hanya 70 persen pasien yang sembuh setelah 12 bulan. Sementara 30 persen sisanya perlu dirawat selama lebih dari satu tahun," ungkap John Dart.

John Dart menambahkan, acanthamoeba keratitis adalah infeksi yang 20 kali lebih jarang terjadi dibandingkan infeksi bakteri lain yang mungkin diderita pemakai lensa kontak.

Pada kasus infeksi acanthamoeba keratitis yang parah, maka dibutuhkan waktu hingga 10 bulan untuk diobati dengan menggunakan tetes mata antiseptik dan kemudian dilakukan penindaklanjutan selama 38 bulan.

Kasus infeksi yang paling parah dapat menyebabkan penurunan penglihatan 75 persen yang disebabkan oleh luka pada kornea. Bahkan, seperempat dari penderita infeksi ini harus melakukan transplantasi kornea.

Salah satu penderita infeksi ini adalah Irenie Ekkeshis. Ia memakai lensa kontak sekali pakai sehari-hari dan didiagnosis menderita acanthamoeba keratitis pada 2011. Padahal, Irenie selalu memperhatikan kebersihan saat menggunakan lensa kontak.

Mulanya, mata Irenie terasa sakit dan menjadi sensitif pada cahaya terang hingga akhirnya rasa sakit itu semakin bertambah parah. Infeksi di mata Irenie diobati selama tiga tahun karena pengobatan dengan tetes mata antiseptik tidak berhasil. Bahkan, ia harus menjalani dua transplantasi kornea.

Akibat kejadian tersebut, Irenie kini melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran akan infeksi ini. Ia meminta agar kemasan lensa kontak menuliskan peringatan agar lensa kontak tidak terkena air.

Hal ini dikarenakan mikroorganisme acanthamoeba hidup di air sadah, air yang memiliki kandungan mineral tinggi, sehingga kontak dengan air dapat menyebabkan kontaminasi mikroorganisme pada lensa kontak.

Berita Terkait

Berita Terkini