Wanita

Kenali Pseudocyesis, Kondisi Medis di Balik Fenomena Bayi Hilang dari Perut

Gejala kehamilan pun bisa terjadi hingga bertahun-tahun.

Rima Sekarani Imamun Nissa | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana

Ilustrasi wanita hamil - (Pixabay/paulavsouza)
Ilustrasi wanita hamil - (Pixabay/paulavsouza)

Himedik.com - Kejadian 'janin hilang dari rahim' tak hanya sekali menyedot perhatian masyarakat Indonesia. Dari seluruh fenomena yang pernah terjadi, beberapa di antaranya dialami seorang wanita di Blitar pada Maret 2018 dan wanita di Bantul pada Mei 2018 lalu.

Tak sedikit yang mengira fenomena ini sebagai kejadian mistis di luar akal sehat. Namun, sebenarnya ada penjelasan medis di balik anggapan 'bayi hilang dari kandungan'.

Dikutip dari WebMD, kondisi ini disebut pseudocyesis alias kehamilan palsu atau semu. Pseudocyesis terjadi ketika seorang wanita percaya dirinya sedang mengandung bayi, padahal sebenarnya tidak. Beberapa peneliti mengatakan bahwa kemiskinan, kurangnya pendidikan, pelecehan seksual pada masa kanak-kanak, atau masalah hubungan asmara mungkin memiliki peran di balik terjadinya pseudocyesis.

Orang yang mengalami pseudocyesis mengalami beberapa gejala kehamilan, hanya saja tak ada janin dalam perutnya. Meskipun penyebab pastinya masih belum diketahui, dokter menduga bahwa faktor psikologis seorang wanita dengan pseudocyesis 'menipu' tubuhnya untuk 'berpikir' bahwa ia sedang hamil.

Ketika seorang wanita merasakan keinginan yang kuat untuk hamil -- yang mungkin muncul karena kemandulan atau infertilitas, keguguran yang berulang, menopause yang akan datang, atau keinginan untuk menikah -- tubuhnya dapat menghasilkan beberapa tanda kehamilan, seperti perut bengkak, payudara membesar, dan bahkan sensasi gerakan janin.

Otak wanita kemudian salah mengartikan sinyal-sinyal itu sebagai kehamilan dan memicu pelepasan hormon, seperti estrogen dan prolaktin, yang menimbulkan gejala kehamilan lainnya.

Ilustrasi kehamilan palsu - (Pixabay/milli_lu)
Ilustrasi kehamilan palsu - (Pixabay/milli_lu)

Gejala-gejala itu antara lain gangguan menstruasi, perut membengkak, payudara membesar dan sakit, perubahan pada puting yang bisa juga mengeluarkan ASI, sensasi pergerakan janin, mual, muntah, hingga berat badan bertambah.

Gejala-gejala ini bisa berlangsung hanya beberapa minggu, selama sembilan bulan, atau bahkan selama beberapa tahun. Sebagian kecil wanita yang mengalami pseudocyesis bahkan juga merasakan nyeri seperti hendak melahirkan.

Untuk mencari tahu apakah seorang wanita mengalami kehamilan palsu, dokter biasanya akan mengevaluasi gejalanya serta melakukan pemeriksaan panggul dan USG. Dalam kasus kehamilan palsu, tidak ada bayi maupun detak jantung pada USG.

Namun, kadang-kadang dokter akan menemukan beberapa perubahan fisik yang terjadi selama kehamilan, seperti rahim yang membesar dan leher rahim yang melunak. Tes kehamilan urine akan selalu memberikan hasil negatif dalam kasus-kasus ini, kecuali jika pasien memiliki kanker langka yang menghasilkan hormon mirip dengan kehamilan.

Ketika seorang wanita percaya bahwa dirinya hamil, terutama setelah beberapa bulan, tentu akan sangat mengecewakan baginya jika tahu bahwa yang ia alami sebenarnya bukanlah kehamilan. Dokter lantas perlu menyampaikan kabar ini secara perlahan dan memberikan dukungan psikologis, termasuk terapi, untuk membantu pasien dengan pseudocyesis pulih dari kekecewaannya.

Berita Terkini