Wanita

Menolak Gugurkan Bayinya, Wanita Ini Sempat Dicap Tak Berperikemanusiaan

Wanita itu kini punya dua bayi kembar yang sehat.

Vika Widiastuti

Ilustrasi bayi - (Pixabay/jarmoluk)
Ilustrasi bayi - (Pixabay/jarmoluk)

Himedik.com - Seorang ibu disebut tidak berperikemanusiaan oleh dokter karena tidak menggugurkan bayi kembarnya setelah air ketubannya pecah saat kandungannya berusia 16 minggu. Namun, wanita tersebut akhirnya membuktikan, bayinya sekarang sehat.

Dilansir dari Mirror, Rabu (13/3/2019), wanita bernama Hannah Morris (27) merasa hancur ketika air ketubannya pecah di usia kandungannya 16 minggu. Dokter pun berulang kali mendesaknya untuk menggugurkan calon bayi kembarnya.

Dengan berani wanita itu mengatakan tidak dan menolak saran dokter. Kini ia pun bangga memiliki anak kembarnya, George dan Alfie King.

Hannah mulanya didiagnosis dengan preterm premature rupture of the membranes (PPROM) atau ketuban pecah prematur. Kantung ketuban pertamanyanya pecah di minggu 16 dan kedua sekitar tiga minggu kemudian.

Sebuah infeksi E. Coli mungkin telah menyebabkan air ketubannya pecah 24 minggu lebih awal. Menurut dokter, kedua bayi Hannah rentan terhadap infeksi di dalam rahim.

Dokter juga mengatakan bahwa organ vital kedua bayi itu kemungkinan tidak berkembang dengan baik. Selain itu anggota tubuh mereka juga saling menempel.

"Rasanya seperti itu adalah kalimat yang keluar dari mereka yang berkata 'harus dihentikan' karena lebih mudah mengatakan, menyingkirkan bayi daripada mengobati PPPROM," kata wanita asal Washington tersebut.

Hannah pun lebih mempercayai nalurinya sebagai ibu dan memutuskan untuk melanjutkan kehamilannya.

Awalnya Hannah dan pasangannya, Mark King (30) sangat bahagia ketika mereka mengetahui akan memiliki bayi kembar pada Januari 2016.

Akan tetapi, pada minggu ke 12 kehamilan Hannah, sampel urine yang diambil menunjukkan dia terinfeksi E. coli yang tidak bisa diobati menggunakan antibiotik.

Setelah air ketubannya pecah pertama kali, Hannah dilarikan ke Bolton Royal Hospital. Pasangan itu lebih terpukul saat diperingatkan, keduanya bayinya mungkin tak akan bertahan.

"Saya menjalani pemeriksaan internal dan dokter mengatakan bahwa air ketuban saya pecah dan dia sangat menyesal, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Saya bertanya sejuta pertanyaan. Mungkinkah bayi saya bisa bertahan. Mereka berkata, 'Tidak, ada peluang 100 persen bahwa bayi ini tidak akan bertahan hidup, Anda harus memiliki obat untuk penginduksi persalinan. Itu satu-satunya pilihan Anda'," kata ibu rumah tangga tersebut.

Namun, setelah dua hari menunggu di rumah sakit, hasil scan menunjukkan, kedua bayi itu sehat. Mereka pun di pulangkan.

Hannah lantas memilih istirahat penuh agar bayinya memiliki peluang lebih baik untuk bertahan hidup. Dia juga akan kehilangan air setiap kali bergerak, bahkan saat melakukan hal kecil, seperti pergi ke toilet saja sangat sulit.

Dia menghindari mandi dan selalu minum banyak hingga 8 liter per hari. Beberapa hari kemudian dia memiliki janji dengan dokter yang akan melakukan perawatan terhadapnya.

Hannah diberi tahu paru-paru dan ginjal bayinya tidak akan berkembang, "Memilih untuk melanjutkan adalah hal sangat tidak manusiawi dan merupakan hal terburuk yang dapat saya lakukan karena bayi saya 100 persen hampir tak bisa bertahan," katanya.

"Mereka mengatakan, saya hanya menyebabkan mereka (bayi kembar, red) lebih sakit dengan melanjutkan kehamilan," lanjutnya,

Dia pun pulang ke rumah dan memikirkan hal tersebut. Dia memutuskan untuk mencari tahu sendiri tentang PPROM dan menemukan ada badan amal yang mendukung wanita sepertinya.

Saat melakukan pemindaain rutin setiap minggu, Hannah yakin bayinya sehat dan baik-baik saja. "Itulah yang mendorong kami untuk melanjutkan kehamilan setiap minggu. Kami melihat anak laki-laki di layar dan mereka baik-baik saja," ungkapnya.

Ia pun berhasil melawan semua rintangan dan kandungannya mencapai 34 minggu di mana dia merencanakan melakukan operasi caesar dengan dokternya. Anaknya George dan Alfil pun lahir. Keduanya menghabiskan waktu empat hari di NICU.

Meskipun Alfie dilahirkan dengan lubang di hatinya dan George menderita sistem kekebalan tubuh yang lemah karena kelahiran prematurnya, kedua balita itu sekarang sehat dan berkembang.

"Membawa pulang anak-anak lelaki kami itu luar biasa. Hanya untuk mengetahui bahwa kami benar dan bahwa kami telah membuat keputusan yang tepat untuk anak-anak kami," ucapnya.

"Mereka telah mengalahkan semua rintangan dan mereka adalah anak laki-laki kecil yang kuat dan sehat," imbuhnya.

Ciara Curran, pendiri Little Heartbeats, mengatakan, Hannah dan bayi-bayi PPROM-nya yang masih kecil adalah bukti hidup bayi-bayi ini dapat bertahan hidup dengan sedikit cairan hingga nol.

Sementera itu, juru bicara Bolton NHS Foundation Trust mengatakan, mereka menyesal mendengar kisah Hannah. "Kami benar-benar menyesal mendengar tentang ini. Kami tidak mengomentari kasus individu. Namun, kami akan senang bertemu dengan Hannah untuk berdiskusi langsung dengan," ujarnya.

Berita Terkait

Berita Terkini