Wanita

Gubernur Alabama Sahkan UU Larangan Aborsi, Kenali Risiko Aborsi!

Kay Ivey, Gubernur Alabama baru saja mengesahkan rancangan undang-undang tentang larangan aborsi.

Vika Widiastuti | Rosiana Chozanah

Ilustrasi aborsi. (pixabay)
Ilustrasi aborsi. (pixabay)

Himedik.com - Beberapa waktu yang lalu, tepatnya pada Rabu (15/5/2019) Gubernur Alabama, Kay Ivey baru menandatangani undang-undang tentang larangan aborsi yang tuai kontroversi dari berbagai pihak.

"Hari ini, saya menandatangani undang-undang Alabama Human Life Protection Act, sebuah RUU yang disetujui oleh mayoritas di kedua pihak Legislatif," tutur Ivey, melansir CNN.

"Bagi banyak pendukung RUU ini, undang-undang ini berdiri sebagai bukti kuat bagi keyakinan warga Alabana yang sangat meyakini bahwa setiap kehidupan adalah berharga dan bahwa setiap kehidupan adalah hadiah suci dari Tuhan," lanjutnya.

Tetapi undang-undang ini juga memiliki pengecualian. Pemerintah membolehkan seorang wanita lakukan aborsi apabila kehamilan tersebut berisiko kesehatan serius bagi ibu dan janin.

Selain itu, undang-undang ini juga memberi pengecualian pada kehamilan ektopik dan jika janin memiliki anomali yang 'mematikan'.

Sebenarnya, tindakan aborsi sendiri juga mempunyai risiko kesehatan tersendiri, terutama bagi sang ibu.

Berdasarkan foundationsoflife.org, efek samping samping dari aborsi bisa berupa sakit perut dan kram, mual, muntah hingga diare. Efek ini berlaku baik aborsi melalui pembedahan maupun mengonsumsi obat.

Aborsi juga membawa risiko komplikasi yang signifikan seperti perdarahan, infeksi, dan kerusakan organ. 

Komplikasi dapat meliputi:

- Pendarahan berat
- Infeksi
- Aborsi tidak tuntas
- Kerusakan pada serviks
- Jaringan parut pada lapisan uterine
- Perforasi uterus
- Kerusakan organ internal
- Kematian
- Pertimbangkan risiko lain dari aborsi
- Kelahiran Prematur untuk kehamilan selanjutnya
- Kanker Payudara

Selain menyebabkan gangguan kesehatan, aborsi juga memiliki dampak psikologis. 

Ada bukti bahwa aborsi dikaitkan dengan penurunan kesehatan emosional dan fisik. 

Bagi sebagian wanita, emosi negatif ini mungkin sangat kuat, dan dapat muncul dalam beberapa hari atau setelah bertahun-tahun. Respons psikologis ini adalah bentuk gangguan stres pasca-trauma. 

Di sisi lain, tidak sedikit orang yang menentang undang-undang aborsi ini.

Mantan calon presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, bahkan menyebut RUU larangan aborsi ini sebagai contoh serangan mengerikan terhadap kehidupan wanita dan kebebasan dasar mereka.

Berita Terkait

Berita Terkini