Himedik.com - Pasokan vitamin D saat hamil bukan hanya bermanfaat untuk ibu tapi juga anak. Sebab pasokan vitamin D tersebut akan diteruskan ke bayi di dalam kandungan yang juga membantu mengatur proses perkembangan otak.
Oleh karena itu, melansir dari Medical Xpress sebuah penelitian yang diterbitkan di The Journal of Nutrition menunjukkan bahwa kadar vitamin D ibu selama kehamilan terkait dengan IQ anak-anak mereka.
Baca Juga
CDC AS Duga Virus Cacar Monyet Sudah Menyebar Sebelum Adanya Pesta dan Festival di Eropa
Hati-Hati, Pola Asuh Over Protective dapat Menyebabkan Anak Stres
Billie Eilish Didiagnosis Sindrom Tourette di Usia 11 Tahun, Inilah Episode 'Tic' yang Dialaminya Pertama Kali
Perbedaan Kanker Serviks dan Kanker Rahim, Wanita Perlu Tahu
Strategi yang Dilakukan Kemenkes untuk Mencegah Masuknya Kasus Cacar Monyet ke Indonesia
Peneliti menunjukkan bahwa kadar vitamin D yang lebih tinggi dalam kehamilan dapat menyebabkan skor IQ masa kanak-kanak yang lebih tinggi pula.
Namun para peneliti menegaskan bahwa perempuan kulit hitam memiliki risiko paling tinggi untuk mengalami kekurangan vitamin D.
"Pigmen melanin melindungi kulit dari kerusakan akibat sinar matahari, tetapi dengan menghalangi sinar UV melanin juga mengurangi produksi vitamin D di kulit," kata Melissa Melough, penulis utama studi dan ilmuwan penelitian di Departemen Kesehatan Anak, Perilaku, dan Perkembangan di Seattle Children's Research Institute.

"Karena itu, kami tidak terkejut melihat tingginya tingkat kekurangan vitamin D di antara perempuan hamil berkulit hitam dalam penelitian kami" imbuh Melough.
Melough dan rekan penulisnya menggunakan data dari sebuah kelompok di Tennessee yang disebut CANDLE. Peneliti CANDLE merekrut perempuan hamil untuk bergabung dalam penelitian yang dimulai tahun 2006 dan mengumpulkan informasi dari waktu ke waktu tentang kesehatan dan perkembangan anak-anak mereka.
Setelah mengendalikan beberapa faktor lain yang terkait dengan IQ, kadar vitamin D yang lebih tinggi dalam kehamilan dikaitkan dengan IQ yang lebih tinggi pada anak-anak usia 4 hingga 6 tahun.
Meskipun studi ini observasional dan tidak dapat membuktikan sebab akibat, Melough percaya temuannya memiliki implikasi penting dan memerlukan penelitian lebih lanjut.