Anak

Efek Karantina, 3 Tanda Anak Sulit Mengatasi Emosi

Seperti orang dewasa, karantina juga berdampak pada kesehatan mental anak.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi anak marah. (Shutterstock)
Ilustrasi anak marah. (Shutterstock)

Himedik.com - Seorang psikolog Karen Gross mengatakan bahwa karantina dapat menyebabkan gejala trauma pada anak-anak. Hal ini dapat berdampak pada kesehatan mental anak-anak.

Misalnya disregulasi, seperti ledakan kemarahan, permusuhan, melempar, dan berteriak. Namun, ada juga tanda masalah kesehatan mental yang lebih halus.

Oleh karenanya, orangtua harus bisa melihat tanda-tanda masalah kesehatan mental ini pada anak. Dilansir Insider, berikut tiga tanda sang anak sudah mulai menunjukkan kesulitan mengatasi emosinya.

Ilustrasi tantrum pada anak. (Dok : Istimewa)
Ilustrasi tantrum pada anak. (Shutterstock)

1. Sulit berkonsentrasi

"Anda mungkin mendapati anak-anak memiliki rentang perhatian yang sangat singkat. Mereka mungkin berjuang untuk fokus, sering meninggalkan tugas atau menunjukkan tanda mereka tidak dapat mendengarkan atau menjalankan instruksi," kata Shae Vian, psikolog dan pendiri Learndojo.

Psikiater Carole Lieberman menyarankan untuk membuat anak mengekspresikan perasaan mereka dan untuk mengajukan pertanyaan kepada Anda jika ada yang menganggu mereka.

"Buat mereka terlibat dalam seni dan kerjinan, bermain papan permainan atau menari sebagai sebuah keluarga, untuk contoh," saran Lieberman.

2. Perubahan perilaku, misalnya mengompol lagi atau mengamuk

"Rasa takut dapat tercermin dalam perilaku kecemasan seorang anak, seperti bersembunyi di balik selimut atau mengulangi perilaku saat mereka masih sangat kecil, seperti mengompol," kata Liebersman.

Namun, ini hal yang normal. Kecuali perilaku yang ditunjukkan oleh mereka menjadi sangat ekstrem.

3. Masalah insomnia dan pola tidur abnormal

Seorang terapis Ajita Robinson mengidentifikasi kesulitan tidur sebagai sebuah tanda.

"Kita menemukan remaja dan orang dewasa berjuang dengan jadwal tidur yang terganggu dan kualitas tidur," kata Robinson.

Michelle Nietert, seorang penasihat profesional berlisensi menambahkan, "jika mereka (anak-anak) tidak tidur pada suatu malam, itu tidak apa-apa. Tapi jika mereka kehilangan jam tidur setiap malam, inilah saatnya untuk mencari bantuan."

Berita Terkait

Berita Terkini