Info

Segera Cari Pekerjaan Lain, Ini Dampak Perundungan di Tempat Kerja

Namun, kalau kamu masih bisa bertahan ada sedikit trik untuk mengatasinya.

Dinar Surya Oktarini | Dwi Citra Permatasari Sunoto

Ilustrasi perundungan di tempat kerja. (pixabay/mohamed_hassan)
Ilustrasi perundungan di tempat kerja. (pixabay/mohamed_hassan)

Himedik.com - Tekanan dan masalah di tempat kerja itu pasti ada, tetapi jika sudah berlebihan seperti diganggu oleh rekan sekantor atau memiliki atasan yang buruk maka kamu boleh berpikir untuk mencari pekerjaan lain.

Pasalnya sebuah penelitian menunjukkan bahwa tindak perundungan, termasuk intimidasi, penindasan, atau kekerasan di tempat kerja dapat mengancam kesehatan jantung. Korban perundungan atau kekerasan di tempat kerja memiliki risiko penyakit jantung dan stroke yang lebih tinggi.

Sayangnya, penelitian yang melibatkan sebanyak lebih dari 79.000 pekerja Eropa tersebut tidak dapat membuktikan kaitan antara keduanya. Namun, menurut ketua penelitian, Tianwei Xu, jika ada hubungan kausal, menghilangkan perundungan di tempat kerja setidaknya dapat menghindari 5 persen dari semua kasus kardiovaskular.

Hal itu disetujui oleh pakar dari Amerika Serikat bahwa perundungan di tempat kerja tentu tidak sehat.

''Bahkan jika masalah di tempat kerja tidak menyebabkan masalah jantung, itu dapat memperburuk penyakit jantung,'' kata Curtis Reisinger, kepala layanan psikiatri di Long Island Jewish Medical Center, New Hyde Park, N.Y.

Dalam studi baru, tim Xu melacak data jangka panjang dari 79.000 lebih orang dewasa yang bekerja di Denmark dan Swedia, berusia 18 hingga 65 tahun, tanpa riwayat penyakit jantung.

Sembilan persen melaporkan ditindas di tempat kerja dan 13 persen melaporkan mengalami kekerasan atau ancaman kekerasan di tempat kerja pada tahun 2017 lalu.

Setelah disesuaikan dengan sejumlah faktor, para peneliti menemukan bahwa mereka yang diintimidasi di tempat kerja memiliki risiko penyakit jantung 59 persen lebih tinggi daripada mereka yang tidak ditindas.

Sementara itu, orang-orang yang menjadi korban kekerasan atau ancaman di tempat kerja memiliki risiko 25 persen lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak memiliki pengalaman semacam itu.

Lebih lanjut penelitian menunjukkan, dibandingkan dengan mereka yang tidak diganggu, mereka yang mengatakan bahwa sering diintimidasi (hampir setiap hari) dalam 12 bulan terakhir memiliki risiko penyakit jantung 120 persen lebih tinggi.

Kemudian, dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami kekerasan atau ancaman di tempat kerja, mereka yang paling sering mengalami kekerasan atau ancaman memiliki risiko 36 persen lebih tinggi terkena stroke dan masalah pembuluh darah otak lainnya.

Ilustrasi kurang semangat kerja. (pixabay)
Ilustrasi kerja. (pixabay)

''Kita mulai memahami bahwa semakin banyak konsep penyakit jantung yang dipicu oleh stres, atau dikenal sebagai 'sindrom patah hati'. Studi ini menunjukkan hubungan antara satu stresor seperti itu, perundungan, dan penyakit jantung,'' papar Dr. Satjit Bhusri, ahli jantung di Lenox Hill Hospital, New York City, usai membaca hasil penelitian tersebut.

Reisinger mengatakan itu masuk akal bahwa stresor di tempat kerja dapat membebani jantung. Dia menjelaskan bahwa, seperti banyak hewan lainnya, manusia dapat ditekankan ke dalam keadaan 'gairah' yang, jika konstan, dapat menyebabkan kerusakan kardiovaskular.

Penindasan di tempat kerja, khusunya, dapat membuat keadaan stres ini abadi dan masuk ke dalam 'hidup' yaitu rumah, saat tidur, jalan-jalan, atau liburan. Ironisnya, sumber stres ini biasanya berasal dari atasan.

''Dari perspektif sumber daya manusia, orang-orang mengatakan meninggalkan atasan mereka, bukan pekerjaan,'' kata Reisinger.

''Bos adalah orang penting untuk memantau atau malah menyetujui atau mengabaikan ketidaksopanan di tempat kerja.''

Dan jika kamu tidak beruntung memiliki bos yang suka mengintimidasi, ada beberapa cara untuk mengatasinya.

''Pelatihan keterampilan pengurangan stres mencakup teknik seperti relaksasi otot progresif, pelatihan keterampilan mindfulness, pelatihan keterampilan perilaku kognitif, biofeedback, yoga, dan keterampilan serupa lainnya,'' kata Reisinger.

''Ini bisa sangat membantu dalam menenangkan reaksi seseorang terhadap lingkungan kerja yang tidak bersahabat.''

Berita Terkait

Berita Terkini