Info

Kesepian Dianggap Wabah, Ilmuwan Teliti Pil untuk Mengatasinya

Menurut ilmuwan, kesepian itu menular dan meningkatkan risiko kematian.

Vika Widiastuti | Eleonora Padmasta Ekaristi Wijana

ilustrasi kesepian - (Unsplash/Anthony Tran)
ilustrasi kesepian - (Unsplash/Anthony Tran)

Himedik.com - Merasa kesepian disebut-sebut dapat menimbulkan penyakit fisik maupun mental yang berbahaya. Banyaknya orang yang merasa kesepian pun membuat ilmuwan menganggap kondisi ini sebagai wabah.

Menurut penelitian yang dilakukan seorang profesor di Universitas Brigham Young, Julianne Holt-Lunstad, pada 2010, stres finansial, hidup seorang diri, kehidupan keluarga yang tidak bahagia, dan kurangnya ikatan dengan orang lain adalah penyebab utama kesepian. Kesepian juga disebutkan memiliki faktor risiko terhadap kesehatan setara dengan merokok 15 batang sehari.

Para peneliti juga mencatat bahwa media sosial itu layaknya pedang bermata dua bagi kondisi mental penggunanya. Melalui media sosial kita menjadi terbantu untuk berhubungan dengan orang lain, tetapi di balik itu, perasaan terkucilkan juga bisa muncul akibat menggunakan media sosial.

Mengutip Fox News, Kamis (31/1/2019), Stephanie Cacioppo, direktur Brain Dynamics Lab at the University of Chicago Pritzker School of Medicine, mendefinisikan kesepian sebagai "perbedaan antara apa yang kamu inginkan dalam suatu hubungan dan apa yang kamu dapatkan dalam suatu hubungan." Ia juga menggarisbawahi, "sendirian tidak selalu sama artinya dengan kesepian."

"Ini tentang persepsi kita dalam hubungan yang kita miliki," kata Cacioppo. "Kamu bisa merasa sangat kesepian dalam pernikahan atau di antara teman-teman maupun keluarga."

 

Ilustrasi pil - (Pixabay/qimono)
Ilustrasi pil - (Pixabay/qimono)

Menurut Cacioppo, dalam otak yang kesepian tertanam pikiran bahwa kita memiliki lebih banyak musuh daripada teman. Dirinya pun menyebutkan bahwa kondisi yang dialami banyak orang ini merupakan wabah.

"Kesepian meningkatkan risiko kematian lebih awal hingga 26 persen, yang berarti lebih tinggi daripada obesitas," ujar Cacioppo pada Fox News. "Kesepian tersebar luas dan menular. Ini adalah epidemi (wabah, -red)."

Cacioppo lantas melakukan penelitian untuk pil yang ia harap dapat mencegah orang-orang mengalami kesepian kronis. Namun, meski menarik perhatian, upaya ini juga tak lepas dari kritik dalam dunia ilmiah.

Penelitiannya dikritik karena dinilai meningkatkan ketergantungan masyarakat pada resep obat. Menanggapi kritikan itu, Cacioppo mengatakan, "Perbaikan yang cepat mungkin akan membantu jika bisa mencegah bunuh diri, dan pil ini bukan dibuat sebagai pengganti untuk koneksi sosial yang sehat."

Penelitian Cacioppo ini berfokus untuk menormalkan kadar allopregnanolone, atau neurosteroid yang diproduksi secara alami dalam tubuh, sehingga perubahan biologis terkait kesepian di otak akan teratasi. Berdasarkan penjelasannya, pil ini berbeda dari obat anti-depresan yang biasa digunakan karena timnya menargetkan kesepian secara lebih khusus.

Berita Terkait

Berita Terkini