Info

Waspada 6 Dampak Buruk Stres bagi Kesehatan Kulit

Tubuh dan kulit akan bereaksi terhadap stres dengan cara yang berbeda.

Vika Widiastuti

Ilustrasi stres - (Pixabay/geralt)
Ilustrasi stres - (Pixabay/geralt)

Himedik.com - Penyebab setiap orang mengalami stres bisa berbeda. Mulai dari tekanan pekerjaan, tempat tinggal, hingga rutinitas sehari-hari.

Disampaikan Dr. Joshua Zeichner, direktur Penelitian Kosmetik dan Klinis di bidang dermatologi di Rumah Sakit Mount Sinai di New York City pada Huffington Post, bahwa stres bukanlah teman kita, baik untuk pikiran maupun kulit.

Kulit adalah organ terbesar dalam tubuh kita, dan jika Anda merasa stres, lanjutnya, hal ini akan terlihat pada kulit Anda dalam beberapa cara yang berbeda, seperti psoriasis, eksim yang meradang, dermatitis seboroik dan bahkan jerawat.

Tentu saja, tubuh dan kulit akan bereaksi terhadap stres dengan cara yang berbeda, karena kita semua memiliki susunan genetik yang berbeda. Namun, menurut Dr. Whitney Bowe, dokter kulit yang berbasis di New York City dan penulis The Beauty of Dirty Skin, kulit kita tidak dapat membedakan antara berbagai jenis stres, seperti fisik, emosional, psikologis, dan lingkungan.

"Pada kulit, stres masuk ke dalam salah satu dari dua kategori, yakni akut atau kronis. Bentuk stres yang lebih merusak kulit adalah jenis stres kronis. Semakin lama Anda mengalami stres, semakin banyak efeknya pada kulit Anda," ujar dia.

Nah, berikut adalah bagaimana cara stres dapat memengaruhi kesehatan kulit Anda, seperti yang dilansir Suara.com dari Huffington Post:

1. Stres memicu peradangan

Untuk lebih memahami bagaimana stres dapat mempengaruhi kulit, Bowe mengatakan bahwa dia melihat koneksi yang dalam dan kuat pada kulit, pikiran dan usus.

Tubuh gatal dan dipenuhi ruam merupakan gejala urtikaria idiopatik kronis. (Shutterstock)
Stres bisa menyebabkan peradangan di kulit. (Shutterstock)

Menurutnya ketika pikiran merasakan stres, ini dapat memperlambat pencernaan di usus. Semakin lama stres berlangsung, semakin besar dampaknya pada pencernaan Anda, dan ketika pencernaan Anda melambat, itu dapat memengaruhi bakteri di usus Anda.

Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa tingkat stres yang tinggi dapat memengaruhi bakteri usus seperti diet tinggi lemak.

"Motilitas yang melambat memungkinkan pertumbuhan berlebih dari strain bakteri yang tidak sehat, dan keseimbangan alami mikroba usus terganggu, yang mengarah ke sesuatu yang disebut dysbiosis. Hal ini pada gilirannya menyebabkan lapisan usus Anda menjadi 'bocor,' atau lebih permeabel, yang memicu kaskade peradangan di seluruh tubuh," jelas dia.

Sebagai akibat dari peradangan internal, katanya, kulit mungkin akan berjerawat atau mengalami peningkatan psoriasis atau eksim.

Stres bisa menyebabkan kulit kering. [Shutterstock]
Stres bisa menyebabkan kulit kering. [Shutterstock]

2. Stres bisa membuat kulit kering

Setiap kali tubuh kita merasa berada di bawah tekanan, respons melawan akan bereaksi kata Dr. Forum Patel dari Union Square Laser Dermatology di New York City. Akibatnya, kita mengalami lonjakan adrenalin dan kortisol.

"Peningkatan adrenalin menyebabkan kita lebih banyak berkeringat. Ini mengaktifkan kelenjar ekrin, kelenjar keringat, yang menyebabkan Anda menjadi dehidrasi, karena Anda kehilangan lebih banyak air dengan sangat cepat," katanya.

Jika tubuh Anda berpikir berada di bawah semacam tekanan, ia berusaha untuk mendinginkan dirinya sendiri. Maka, jika Anda tidak mengisi kembali tubuh Anda dengan air, kulit Anda akan mengalami kekeringan.

3. Hormon stres memperburuk penyakit kulit

Teorinya adalah bahwa sistem kekebalan tubuh secara langsung dipengaruhi oleh stres, kata Dr. Michael Eidelman, seorang dokter kulit yang juga berbasis di New York City.

Dia mencatat bahwa stres melepaskan hormon seperti kortisol dan adrenalin ke dalam sistem kita, yakni pesan kimiawi yang memicu respons fisiologis tertentu dalam tubuh kita. Misalnya, adrenalin meningkatkan denyut jantung dan meningkatkan tekanan darah, dan kortisol meningkatkan gula dalam aliran darah, menurut Mayo Clinic.

Stres bisa memperburuk kondisi penyakit kulit seperti eksim dan psoriasis. (Shutterstock)
Stres bisa memperburuk kondisi penyakit kulit seperti eksim dan psoriasis. (Shutterstock)

Pada kulit, ketika tubuh memproduksi terlalu banyak kortisol, sistem kekebalan tubuh melemah, menyebabkan respons peradangan seperti eksim atau psoriasis. Faktor ini sangat relevan untuk individu yang memiliki kecenderungan pada kondisi kulit, kata Bowe, karena stres dapat memperburuk atau membuka kedok kondisi tersebut.

4. Stres bikin kulit berminyak dan jerawat

Pergeseran dalam tingkat hormon - khususnya kortisol - yang disebabkan oleh stres juga dapat menjadi faktor penyebab jerawat.

Stres bisa bikin kulit berminyak dan jerawat. (Shutterstock)
Stres bisa bikin kulit berminyak dan jerawat. (Shutterstock)

"Stres merangsang otak untuk menghasilkan satu set hormon spesifik yang mempersiapkan tubuh untuk lingkungan yang penuh tekanan," kata Zeichner.

Sebagai efek sampingnya, lanjut dia, hormon-hormon ini meningkatkan aktivitas kelenjar sebaceous di kulit, yang mengarah ke tingkat minyak yang lebih tinggi, yang membuat penyumbatan pada pori-pori dan akhirnya timbulnya jerawat.

5. Stres bisa sebabkan kebotakan

Menurut Patel, beberapa orang mungkin menemukan rambut mereka lebih berminyak atau lebih kering dari biasanya selama masa stres, tergantung pada cara tubuh mereka bereaksi terhadap perubahan kadar hormon.

Stres bisa memicu kebotakan (shutterstock)
Stres bisa memicu kebotakan (shutterstock)

Hal ini bisa memicu timbulnya kebotakan.

“Respons setiap orang akan berbeda dalam tingkat keparahannya. Kulit kepala dan rambut pasti akan merasakan efek stres," kata dia.

Stres dapat menyebabkan kerusakan kuku (Shutterstock)
Stres dapat menyebabkan kerusakan kuku (Shutterstock)

6. Stres dapat menyebabkan kerusakan kuku

Seperti rambut, saat stres berkepanjangan, pertumbuhan dan kondisi kuku juga akan memburuk, kata Patel. Sekali lagi, katanya, kuku memang tidak diperlukan untuk bertahan hidup, jadi ketika tiba saatnya bagi tubuh untuk mendistribusikan energi untuk mempromosikan penyembuhan, kuku bukan prioritas utama.

Selain itu, kuku bisa menjadi rapuh atau mulai mengelupas selama masa stres, menurut Science Daily. (Suara.com/Dinda Rachmawati)

Berita Terkait

Berita Terkini