Info

Bahan Kimia dalam Cabai Bisa Sembuhkan Kanker Paru-paru di Masa Mendatang?

Begini kata tim peneliti.

Vika Widiastuti | Yuliana Sere

Cabai/unsplash
Cabai/unsplash

Himedik.com - Percayakah kamu bahwa bahan kimia dalam cabai bisa dikembangkan menjadi obat untuk mengobati kanker paru-paru di masa mendatang?

Melansir dari newsweek, pernyataan itu telah dibuktikan oleh sejumlah peneliti dari departemen Ilmu Biomedis di Joan C. Edwards School of Medicine, Universitas Marshall.

Rekan penulis penelitian, Dr. Jamie Friedman mengatakan, "Kemampuan sel kanker untuk menyebar ke sel yang jauh, suatu proses yang disebut metastasis, bertanggung jawab pada penyakit ini.

"Begitu kanker telah menyebar ke lokasi sekunder, sulit untuk diobati. Terapi baru apa pun untuk memerangi metastasis dapat sangat bermanfaat untuk mengobati pasien kanker paru-paru.

'Yang menarik dari penelitian kami adalah bahwa capsaicin merupakan senyawa alami yang digunakan sebagai anti agen-metastatik."

Namun capsaicin dapat menyebabkan efek samping yang buruk termasuk kemerahan pada kulit, mual, mata berkaca-kaca, muntah, kram perut, dan diare.

Tes pada sel-sel kanker paru-paru menunjukkan senyawa capsiate menghentikan sel-sel kanker untuk menyerang sel-sel lain, proses sesaat sebelum metastasis.

Cabai. (pixabay/balouriarajesh)
Cabai. (pixabay/balouriarajesh)

Sementara itu, percobaan pada tikus mengungkapkan hewan yang makan capcaisin memiliki lebih sedikit sel kanker metastik dibandingkan dengan tikus yang tidak menggunakan senyawa tersebut.

Capcaisin melawan bentuk umum kanker paru-paru dengan menghentikan protein yang disebut Src agar tidak aktif.

"Pengamatan ini memicu gagasan bahwa mungkin konsumsi makanan pedas ada hubungannya dengan kanker yang lebih rendah ini," kata Friedman.

Suatu hari, tim berharap capsaicin dapat dikembangkan menjadi pengobatan anti-metastik untuk kanker paru-paru, untuk digunakan bersama terapi lain.

“Mencegah invasi dan penyebaran kanker adalah bidang utama untuk penelitian kanker. Studi ini dapat memberikan para ilmuwan petunjuk lebih lanjut untuk mencoba dan mengembangkan perawatan baru yang menghentikan ini terjadi.

'Namun, ini adalah penelitian berbasis laboratorium awal dan belum diketahui apakah atau bagaimana itu bisa diterjemahkan menjadi pengobatan yang bermanfaat."

Berita Terkait

Berita Terkini