Info

Heboh Disertasi Hubungan Seks di Luar Nikah, Ini Dampaknya Kata Psikolog!

Pandangan psikolog tentang hubungan seks di luar nikah terkait disertasi mahasiswa UIN.

Vika Widiastuti | Shevinna Putti Anggraeni

Ilustrasi berhubungan seks. (PIxabay/niekverlaan)
Ilustrasi berhubungan seks. (PIxabay/niekverlaan)

Himedik.com - Hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan tengah menjadi perbincangan hangat belakangan ini. Hal ini bermula dari disertasi Abdul Aziz, mahasiswa doktoral Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang berjudul "Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital".

Disertasi mahasiswa UIN itu menyinggung soal hubungan seks di luar nikah dengan batasan tertentu tak melanggar syariat.

Konsep Milk Al Yamin dapat digunakan sebagai pemantik munculnya hukum Islam baru yang melindungi hak asasi manusia dalam hubungan seks di luar nikah atau nonmarital secara konsensual.

Hal ini lantas dipandang seolah mendukung hubungan seks di luar nikah, asalkan tidak memiliki hubungan darah, pesta seks, homoseksual maupun mempertontonkan kegiatan seks di depan umum.

Terkait hal tersebut, Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor Koentjoro memiliki pandangan sendiri tentang hubungan seks di luar nikah dari sisi psikologis.

Menurutnya, hubungan seks di luar nikah ini bisa menimbulkan perasaan bersalah dan berdosa pada orang yang melakukannya.

"Kalau dia melakukan hubungan di luar nikah, ya pasti akan ada guilty feeling dan merasa berdosa," kata Profesor Koentjoro ketika dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (4/9/2019).

Abdul Aziz, mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Jogja, mengajukan konsep Milk Al Yamin yang digagas Muhammad Syahrur dalam ujian terbuka disertasi berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital di UIN Sunan Kalijaga”. [dok.pribadi]
Abdul Aziz, mahasiswa program doktor UIN Sunan Kalijaga Jogja, mengajukan konsep Milk Al Yamin yang digagas Muhammad Syahrur dalam ujian terbuka disertasi berjudul “Konsep Milk Al Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Nonmarital di UIN Sunan Kalijaga”. [dok.pribadi]

Prof. Koentjoro berpendapat hal seperti ini di Indonesia tidak bisa disamakan dengan budaya barat yang sudah terbiasa dengan fenomena hidup bersama.

Bagi mereka yang hidup di lingkungan budaya barat, mungkin tidak akan memiliki perasaan bersalah ketika melakukan hubungan seks di luar nikah. Itu berbeda dengan orang Indonesia yang hidup bersama aturan agama dan sosial.

"Kecuali kalau itu di dunia barat. Di sana itu kan ada living together, hidup bersama, ya itu kan karena sudah biasa terjadi di sana. Sehingga mereka melakukan itu tidak ada guilty feeling. Tapi di sini, aturan itu masih bersangkutan dengan agama, normal sosial dan budaya pasti akan ada guilty feeling," jelasnya.

Pihaknya juga berpendapat hubungan seks di luar nikah pasti membuat seseorang merasa lebih tertantang. 

"Dampak lainnya feeling exciting. Apapun yang dilakukan sembunyi-sembunyi itu rasanya lebih nikmat daripada kalau dilakukan biasa. Makanya hubungan seks di luar nikah sambil sembunyi-sembunyi itu lebih nikmat karena di situ ada adrenalin. Saat itu adrenalinnya tertantang," katanya.

Ilustrasi berhubungan seks (Shutterstock)
Ilustrasi berhubungan seks (Shutterstock)

Di sisi lain ketika seseorang melakukan hubungan seks dengan benar atau tidak tersembunyi, pihak bersangkutan bisa merasa kurang tantangan dan akhirnya meningkatkan potensi selingkuh.

"Tapi kalau itu dilakukan dengan benar, adrenalin tidak tertantang dan tidak ada sesuatu yang menarik, ya itu bahaya di situ," sambungnya.

Selain itu, Profesor Koentjoro juga memandang hubungan seks di luar nikah bisa meningkatkan risiko kekerasan dalam hubungan. Pasalnya, hubungan seks pra nikah biasanya menyebabkan ketergantungan seksual.

Ketergantungan seksual itulah yang bisa memicu tindak kekerasan. Misalnya, ketika salah satu pihak ingin melakukan hubungan seksual tetapi satunya tidak bisa memenuhi. Hal itu bisa menyebabkan pemaksaan dan memicu kekerasan.

"Ketika terjadi ketergantungan seks, pasangannya juga siapa? Kan tidak bisa berhubungan seks pada setiap orang. Ketika seseorang itu minta dilayani oleh pacarnya, tapi pacarnya tidak mau, ya bisa saja terjadi kekerasan," jelasnya.

Berita Terkait

Berita Terkini