Info

Apa Perbedaan Gangguan Penciuman akibat Covid-19 dengan Flu Parah?

Peneliti menjelaskan perbedaan gangguan hilangnya indra penciuman dan rasa akibat Covid-19 dengan flu.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi kehilangan kemampuan penciuman (Shutterstock)
Ilustrasi kehilangan kemampuan penciuman (Shutterstock)

Himedik.com - Para ahli menganalisis cara membedakan hilangnya kemampuan penciuman atau perasa akibat Covid-19 yang jauh berbeda dengan pilek atau flu.

Sekelompok ahli gangguan penciuman Eropa menjelaskan pasien Covid-19 yang kehilangan bau dan rasa masih dapat bernapas lega, cenderung tidak berair atau hidung tersumbat, dan tidak dapat mendeteksi rasa pahit atau manis.

Temuan ini, dilansir Medical Express, membuktikan teori Covid-19 menginfeksi otak dan sistem saraf pusat.

"Hilangnya indra penciuman dan rasa dalah gejala utama Covid-19, namun ini juga gejala umum dari flu parah. Kami ingin mencari tahu apa tepatnya yang membedakan keduanya," kata peneliti utama Carl Philpott, dari UEA's Norwich Medical School.

Tim peneliti melakukan tes bau dan rasa pada 10 pasien terinfeksi virus corona, 10 orang dengan pilek parah, dan kelompok kontrol yang terdiri dari 10 orang sehat.

Ilustrasi bau mulut [shutterstock]
Ilustrasi indra penciuman [shutterstock]

Dari tes tersebut mereka menemukan hilangnya indra penciuman dan rasa pada Covid-19 'lebih dalam'.

"Mereka kurang dapat mengidentifikasi bau, dan tidak dapat mengidentifikasi rasa pahit atau manis. Ini sangat menarik karena berarti tes bau dan rasa dapat digunakan untuk membedakan pasien Covid-19 dan orang dengan flu atau flu biasa," sambungnya.

Meski begitu, Philpott mengatakan tes ini tidak dapat menggantikan alat diagnostik formal seperti usap tenggorokan.

Jadi, tes bau dan rasa ini hanya dijadikan alternatif ketika tes konvensional tidak tersedia atau ketika dibutuhkan skrining cepat.

"Sangat menarik bahwa Covid-19 tampaknya mempengaruhi reseptor rasa manis dan pahit, karena ini diketahui memainkan peran penting dalam kekebalan bawaan," lanjutnya.

Ia menambahkan bahwa masih diperlukan banyak penelitian untuk melihat apakah variasi genetik pada reseptor rasa pahit dan manis memengaruhi infeksi virus corona, atau sebaliknya, Covid-19 mengubah cara fungsi reseptor ini, baik secara langsung atau melalui badai sitokin.

Berita Terkait

Berita Terkini