Info

Pakar: Generasi Z Harus Bisa Membedakan antara Cinta dan Nafsu

Perlunya membedakan antara cinta dan nafsu agar tidak terjebak dalam hubungan toxic atau beracun.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi pasangan- (Shutterstock)
Ilustrasi pasangan- (Shutterstock)

Himedik.com - Masih banyak anak muda Indonesia yang belum mengerti pentingnya kesehatan reproduksi seksual dalam sebuah hubungan percintaan, kata Brand Manager Fiesta Condoms, David Dwi Santoso.

Menurutnya, mereka juga belum bisa membedakan antara cinta dan nafsu, sehingga beberapa dari mereka seringkali terjebak dalam hubungan toxic atau beracun.

"Untuk itu, kami ingin memberikan insight guna mengatasi problema relationship bagi kaum gen Z," kata David, dalam webinar "Apa Perlu Bercinta, Biar Cinta?" pada Minggu (14/2/2021).

Ada beberapa aspek cinta menurut Ribert J Sternberg, dan ini disebut The Triangular Theory of Love, yakni:

  • Intimacy: perasaan kedekatan, perasaan kedekatan, keterhubungan, dan keterikatan dalam hubungan
    cinta termasuk di dalamnya perasaan yang menimbulkan pengalaman kehangatan dalam hubungan cinta.
  • Passion: gairah mengacu pada dorongan yang mengarah pada romansa, ketertarikan fisik, penyempurnaan seksual, dan fenomena terkait dalam hubungan cinta.
  • Commitment: dalam jangka pendek menyangkut keputusan bahwa seseorang mencintai satu sama lain, dan dalam jangka panjang, merupakan bentuk komitmen seseorang untuk mempertahankan cinta itu.

 

Webinar "Apa Perlu Bercinta, Biar Cinta?" (DKT Indonesia)
Webinar "Apa Perlu Bercinta, Biar Cinta?" (DKT Indonesia)

"Idealnya, cinta yang sehat memiliki tiga komponen tersebut," jelas Clinical Sexologist Zoya Amirin.

Certified Matchmaker & Relationship Science-Based Coach, Zola Yoana, mengatakan cinta merupakan perasaan kuat antara attachment, affection, dan desire. Namun, umumnya orang-orang sulit membedakan nafsu dan cinta.

"Ketika seseorang jatuh cinta pasti selalu ada desire dan dorongan seksual dengan sesama pasangan. Namun ketika menjalin hubungan yang sudah didominasi dengan perasaan seksual, biasanya akan lebih cenderung untuk memprioritaskan keinginan seksual," tutur Zola.

Karenanya, ia menambahkan, sebaiknya mengenali orang secara lebih dekat terlebih dahulu sebelum menjalin hubungan dengan orang tersebut.

"Dimulai dengan cari tahu life value dan kesamaan visi misi kehidupan kamu sejalan atau tidak, baru pengenalan tentang seksual compabitility terakhir,” sambung Zola.

Pada saat bercinta dan jatuh cinta, hormon yang bekerja dalam tubuh didominasi oxytocin, vasopressin dan dopamine. Hormon ini membuat seseorang tidak dapat memilih dengan siapa ia jatuh cinta serta hasrat di dalam dirinya.

Menurut Zola, hal yang dapat seseorang kontrol adalah reaksi yang harus dilakukan ketika jatuh cinta.

“Poin pentingnya adalah bahwa apapun tindakan yang dilakukan, kamu harus melakukannya karena pilihan, tindakan yang kamu buat sendiri dengan kesadaran penuh akan konsekuensinya. Dengan cara ini, kamu akan lebih mampu membangun tanggung jawab pribadi," imbuh Zoya.

Ia menyarankan untuk tidak melakukan hubungan seksual sebelum siap secara emosi maupun fisik. Apabila ingin melakukannya, Zoya menyarankan untuk mempraktikkan seks aman menggunakan kondom sebagai satu-satunya kontrasepsi yang dapat melindungi dari infeksi menular seksual (IMS).

David pun menambahkan bahwa ternyata cinta tidak perlu dibuktikan dengan bercinta.

Berita Terkait

Berita Terkini