Info

Pakar: Orang yang Tak Divaksin Bisa Jadi Sumber Varian Baru Covid-19

Individu yang tidak divaksinasi tidak hanya mempertaruhkan kesehatan mereka tapi juga orang lain.

Fita Nofiana

Vaksin, vaksinasi, jarum suntik. (Pixabay)
Vaksin, vaksinasi, jarum suntik. (Pixabay)

Himedik.com - Pakar menyatakan bahwa orang-orang yang tidak divaksin bisa menjadi sumber kemunculan varian baru Covid-19.

Melansir dari Independent, Dr William Schaffner seorang profesor di divisi penyakit menular di Vanderbilt University Medical Center mengatakan kepada saluran berita Amerika bahwa orang yang tidak divaksinasi menimbulkan risiko lebih besar dalam memerangi virus corona

"Orang yang tidak divaksinasi adalah pabrik varian potensial," kata dokter Schaffner.

"Semakin banyak orang yang tidak divaksinasi, semakin banyak peluang bagi virus untuk berkembang biak," imbuhnya. 

Saat virus bermutasi, gennya mengalami perubahan yang menyebabkan variasi antigen. Karena vaksin bekerja pada sistem kekebalan yang mengidentifikasi virus melalui antigen ini, beberapa ahli di masa lalu juga telah memperingatkan tentang potensi mutasi virus yang mungkin dapat menembus perlindungan yang dibuat oleh vaksin.

Ilustrasi vaksinasi Covid-19 di Riau (Riau Online)
Ilustrasi vaksinasi Covid-19 di Riau (Riau Online)


Dokter Schaffner mengatakan jika infeksi terus menyebar di antara yang tidak divaksinasi, maka dapat menghambat respons pandemi. 

"Ketika itu terjadi, ia bermutasi dan dapat menimbulkan mutasi varian yang bahkan lebih serius di masa depan," kata Dr Schaffner.

Kekhawatiran serupa dikemukakan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bulan lalu.  "Semakin kita membiarkan virus menyebar, semakin besar peluang virus itu untuk berubah," catat WHO. 

Virus corona sendiri telah mengalami beberapa mutasi, dengan varian Alpha pertama kali diurutkan di Inggris pada Desember tahun lalu dan varian Beta muncul di Afrika Selatan pada Oktober, sedangkan varian Gamma muncul pada pertengahan November di Brasil.

Varian Delta, varian terbaru yang menjadi perhatian pertama kali terlihat di India selama gelombang kedua ganas yang membuat sektor perawatan kesehatan negara itu kolaps. Varian yang diyakini lebih menular daripada yang sebelumnya ini telah ditemukan di hampir 100 negara termasuk Indonesia. 

Berita Terkait

Berita Terkini