Info

Jam Kerja Lebih dari 55 Jam Per Minggu Tingkatkan Risiko Penyakit Jantung

Jam kerja yang lebih lama berkaitan dengan risiko penyakit jantung.

Shevinna Putti Anggraeni

Ilustrasi kerja (Pixabay)
Ilustrasi kerja (Pixabay)

Himedik.com - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan jam kerja orang yang lebih lama meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Karena, mereka memiliki detak jantung istirahat yang lebih tinggi.

Detak jantung istirahat (RHR) yang lebih tinggi biasanya menunjukkan bahwa jantung terlalu tegang. Stres pikiran bisa menyebabkan tubuh melepaskan hormon adrenalin yang mendorong jantung untuk berdetak lebih cepat dan tekanan darah meningkat.

Orang yang memiliki banyak tekanan memiliki risiko penyakit jantung yang lebih tinggi. Karena itu, para ahli kesehatan menekankan pentingnya gaya hidup yang lebih sehat untuk mempertahankan RHR yang sehat.

Dalam hal ini, jam kerja yang lebih lama sekitar lebih dari 55 jam per minggu berkaitan dengan risiko kematian akibat penyakit jantung iskemik 17 persen lebih tinggi dan stroke 35 persen lebih tinggi.

Penyakit jantung iskimek adalah kondisi yang disebabkan oleh penyempitan arteri, sehingga menyebabkan lebih sedikit darah dan oksigen untuk mencapai otot jantung.

Dokter Nayaran Gadkar, konsultan ahli jantung dari Zen Multispeciality Hospital mengatakan, bekerja setidaknya 55 jam per minggu berkaitan dengan risiko penyakit jantung iskemik dan stroke yang lebih tinggi. Terutama, jika dibandingkan dengan orang-orang yang bekerja sekitar 35-40 jam seminggu.

Ilustrasi detak jantung. [Jan Alexander/Pixabay]
Ilustrasi detak jantung. [Jan Alexander/Pixabay]

“Bekerja berjam-jam dapat meningkatkan risiko kematian dan mobilitas akibat penyakit jantung iskemik dan stroke melalui tekanan psikologis," kata Dr Nayaran dikutip dari Express.

Dokter Rahul Singhal, Ahli Elektrofisiologi Senior dan Ahli Jantung di Jaipur, menjelaskan bahwa RHR adalah indikator kuat dari kesehatan seseorang sekarang ini dan di masa mendatang.

RHR yang tinggi biasanya menunjukkan kebugaran fisik yang rendah, kelebihan berat badan, atau memiliki tekanan darah tinggi. Semakin tinggi RHR pasien, semakin besar risiko penyakit jantung atau kematian dini.

Karena, RHR yang lebih tinggi memaksa jantung untuk memompa lebih sering. Otot-otot organ menjadi semakin stres yang bisa menyebabkan komplikasi parah, karena peningkatan tekanan pada jantung.

"Meskipun baik untuk meningkatkan detak jantung selama olahraga, itu tidak sama dengan detak jantung istirahat yang tinggi. Saat istirahat, pembacaan denyut nadi tidak boleh terlalu tinggi atau ini merupakan indikasi bahwa otot jantung Anda sedang tertekan," kata Dr Rahul.

Sebaliknya, HRH yang rendah dapat mengindikasikan kelenjar tiroid yang kurang aktif, penyakit inflamasi, atau ketidakseimbangan bahan kimia dalam darah.

RHR antara 60 dan 100 adalah normal, sedangkan RHR di atas 80 dianggap sebagai detak jantung istirahat yang tinggi.

"Biasanya detak jantung normal antara 60 dan 100. Jiak detak jantung di atas 80 dalam pembacaan denyut nadi 60 detik, maka risiko tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan penyakit kardiovaskular meningkat dua kali lipat," jelasnya.

Jika detak jantung di atas 90, semua risikonya meningkat 3 kali lipat. Para ahli menganggap detak jantung di antara 70 dan 80 adalah detak jantung istirahat.

Para ahli menyarankan Anda untuk memeriksa detak jantung Anda dengan meletakkan telunjuk dan jari ketiga di leher Anda. Anda juga bisa menempatkan dua jari di antara tulang dan tendon di atas arteri radikal Anda, yang terletak di sisi ibu jari pergelangan tangan Anda.

Setelah Anda merasakan denyut nadi, hitung jumlah denyut dalam 15 detik dan kalikan jumlahnya dengan empat untuk menghitung denyut per menit.

Berita Terkait

Berita Terkini