Info

Waspada dengan Asam Lemak Palmitat, Bisa Membuat Kanker Bermetastasis

Asam lemak palmitat biasanya ditemukan di dalam minyak kelapa sawit.

Rosiana Chozanah

Ilustrasi kanker (Pixabay/PDPics)
Ilustrasi kanker (Pixabay/PDPics)

Himedik.com - Penelitian yang terbit di jurnal Nature memperlihatkan bagaimana asam palmitat (salah satu jenis asam lemak) mengubah genom kanker, sehingga meningkatkan kemungkinan kanker untuk menyebar ke organ lain atau bermetastasis.

Para peneliti pun mulai mengembangkan terapi yang menganggu proses ini dan mengatakan uji klinis dapat dimulai dalam beberapa tahun ke depan.

Pasien kanker metastasis, atau yang sudah menyebar, tetap menjadi penyebab utama kematian pada pasien kanker. Sebagian besar dari mereka hanya dapat diobati, tetapi tidak disembuhkan.

Dalam studi yang dipimpin oleh peneliti dari IRB Barcelona, Spanyol, diketahui bahwa asam palmitat, salah satu asam lemak yang biasa ditemukan dalam minyak kelapa sawit, dapat mendorong metastasis karsinoma di mulut dan kanker kulit melanoma pada tikus.

Karsinoma merupakan kanker yang berkembang di jaringan kulit atau jaringan penyusun dinding organ, lapor Medical Xpress.

Sel T menghancurkan sel kanker (Adusumilli)
Sel T menghancurkan sel kanker (Adusumilli)

Sementara asam lemak lainnya, yang disebut asam oleat dan asam linoleat tidak menunjukkan dampak buruk yang sama. Tetapi tidak satu pun dari ketiga asam lemak tersebut meningkatkan risiko terkena kanker.

Selain itu, asam palmitat juga menyebabkan perubahan epigenetik, atau perubahan pada fungsi gen. Perubahan epigenetik mengubah fungsi sel kanker metastatik dan memungkinkannya untuk membentuk jaringan saraf di sekitar tumor untuk menyebar.

Dengan memahami proses penyebaran ini, peneliti dapat menemukan cara untuk memblokirnya. Mereka sekarang sedang dalam proses merencanakan uji jlinis untuk menghentikan metastasis pada berbagai jenis kanker.

"Penemuan ini merupakan terborosan besar dalam pemahaman kita tentang bagaimana makanan dan kanker saling terkait, dan mungkin yang lebih penting, bagaimana kita dapat menggunakan pengetahuian ini untuk memulai pengobatan baru," komentar Kepala Eksekutif di Worldwide Cancer Research, Helen Rippon.

Berita Terkait

Berita Terkini