Info

Ilmuwan Menduga Virus Corona Omicron Berevolusi pada Hewan Pengerat

Setelah berevolusi pada hewan, virus yang telah bermutasi kembali menginfeksi manusia.

Rosiana Chozanah

Tikus. (pixabay)
Tikus. (pixabay)

Himedik.com - Beberapa ilmuwan memperkiarakan bahwa virus corona varian omicron merupakan evolusi dari virus corona yang menginfeksi hewan, bukan manusia.

Menurut teori ini, seekor hewan kemungkinan telah terinfeksi SARS-CoV-2 sekitar pertengahan tahun 2020. Hewan yang menurut mereka paling berpotensi adalah hewan pengerat, misalnya tikus.

Setelah itu, virus corona yang sudah mengalami banyak mutasi ini menginfeksi manusia. Rantai kejadian ini dapat digambarkan sebagai reverse zoonosis, yakni kejadian di mana virus berpindah dari manusia, ke hewan, lalu kembali lagi ke manusia.

Salah satu bukti kunci yang mendukung teori ini adalah bahwa varian omicron berbeda jauh dari SARS-CoV-2.

"Reverse zoonosis ini diikuti oleh zoonosis baru tampaknya lebih mungkin bagiku, mengingat bukti yang tersedia dari cabang awal dan kemudian mutasi itu sendiri, karena beberapa di antaranya sangat tidak biasa," ujar ahli imunologi Kristian Andersen di Scripps Research Institute.

Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)
Ilustrasi masker dan virus corona. (Pixabay)

Berdasarkan laporan Live Science, omicron membawa tujuh mutasi yang memungkinkan varian menginfeksi hewan pengerat.

Selain itu, omicron juga membawa banyak mutasi lain yang tidak terlihat pada strain lain SARS-CoV-2.

Menurut ilmuwan hal itu bisa menjadi bukti potensial bahwa varian baru yang terdeteksi di Afrika Selatan ini muncul pada inang hewan.

Teori lainnya, jika omicron bukan berasal dari hewan atau orang dengan gangguan kekebalan, kemungkinan varian ini pertama kali muncul pada populasi dengan pengawasan virus yang buruk. Artinya, secara tidak disadari virus ini telah menyebar dan berevolusi selama lebih dari satu tahun.

"Saya berasumsi varian ini berkembang bukan di Afrika Selatan, di mana banyak pengurutan terjadi, tetapi di tempat lain di Afrika bagian selatan selama gelombang musim dingin," imbuh ahli virologi Christian Drosten dari Rumah Sakit Universitas Charité Berlin.

Berita Terkait

Berita Terkini