Info

Terpantau Angka Kematian Rendah, Pertanda Varian Omicron Jinak?

Mungkinkah ini pertanda omicron jinak? Mari optimis," tulis Prof Zubairi Djoerban dalam akun Twitternya, baru-baru ini.

Yasinta Rahmawati

Ilustrasi Covid-19. (Elements Envato)
Ilustrasi Covid-19. (Elements Envato)

Himedik.com - Sejak dilaporkan pertama kali oleh peneliti di Afrika Selatan, varian Omicron lansung menjadi perhatian warga dunia. Varian ini juga langsung diklasifikasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai 'Varian onf Concern'.

Dikhawatirkan varian omicron relatif lebih menular dibandingkan dengan bentuk aslinya. Tetapi dilansir dari The Hindu, dua minggu sejak kemunculan varian Omicron di provinsi Gauteng, Afrika Selatan, tampaknya varian tersebut terkait dengan proporsi kematian yang lebih kecil daripada gelombang virus corona SARS-CoV-2 sebelumnya.

Analisis menemukan proporsi kematian yang lebih kecil dan fraksi yang jauh lebih kecil dari kebutuhan oksigenasi tambahan, daripada gelombang varian sebelumnya.

Selain itu sebagian kecil dari mereka yang dirawat membutuhkan oksigenasi tambahan daripada di tiga gelombang sebelumnya, menurut analisis catatan pasien oleh para peneliti di Dewan Penelitian Medis Afrika Selatan (SAMRC).

Dihimpun dari Suara.com---jaringan Himedik.com, Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof Zubairi Djoerban juga turut menanggapi data tersebut. Ia mengatakan bahwa sejak Omicron beredar, angka kematian Covid-19 di Afrika Selatan turun, meski dari level yang rendah.

"Morbiditasnya pun rendah. Sehingga tekanan kepada faskes juga rendah. Bisa dilihat datanya (sementara), bukan menyimpulkan. Mungkinkah ini pertanda omicron jinak? Mari optimis," tulis Prof Zubairi Djoerban dalam akun Twitternya, baru-baru ini.

Kemunculan Omicron yang cepat secara global mendorong Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk dengan cepat mendeklarasikannya sebagai 'Varian Kepedulian' dan memicu reaksi seperti domino, terutama di antara negara-negara Eropa, dalam menutup perbatasan internasional mereka ke Afrika.

Para peneliti SAMRC membandingkan tingkat kasus dan tingkat kematian yang sesuai selama empat gelombang COVID-19. Ketika tingkat kasus di puncak gelombang Alpha pertama (Juli 2020) menyentuh 18 per 100.000 penduduk, tingkat kematian mendekati dua per juta penduduk.

Dalam gelombang Beta (Januari 2021), tingkat kasus mencapai 15 per 100.000, dengan puncak tingkat kematian sedikit di atas dua per juta populasi. Gelombang Delta (Juli 2021) melihat puncak tertinggi 35 kasus per 100.000 penduduk, dan tingkat kematian sekitar empat per juta penduduk.

Berita Terkait

Berita Terkini