Pria

Bukan 25 Tahun, Inilah Usia Paling Tepat Laki-laki Menjadi Ayah

Pria paling subur usia 22 hingga 25 tahun. Apakah usia ini menjadi waktu terbaik menjadi ayah?

Rosiana Chozanah

Ilustrasi ayah dan anak (Unplash/Tina Bo)
Ilustrasi ayah dan anak (Unplash/Tina Bo)

Himedik.com - Pria memang tidak pernah berhenti memproduksi sperma. Tetapi, seiring bertambahnya usia, sperma mengalami mutasi genetik yang meningkatkan kemungkinan DNA rusak.

Kondisi itu dapat memengaruhi kesuburan dan juga menciptakan dampak risiko pada kesehatan keturunannya di masa depan.

Memang masih mungkin bagi pria untuk menjadi ayah di usia 50-an dan lebih tua. Namun, ini juga memiliki risiko tersendiri.

Studi membuktikan bahwa laki-laki yang menjadi ayah di usia lanjut berisiko memiliki anak dengan gangguan perkembangan saraf, dilansir Times of India.

Penelitian yang dilakukan tahun 2010 ini menunjukkan bahwa keturunan pria berusia di atas 40 tahun berisiko lima kali lipat terkena Autism Spectrum Disorder, dibanding populasi umum.

Ilustrasi sperma (Shutterstock)

Dari sudut pandang biologis, para ahli merekomendasikan seorang pria paling cocok untuk menjadi ayah di usia akhir 20-an hingga awal 30-an.

Usia pria paling subur adalah antara 22 hingga 25 tahun. Disarankan untuk memiliki anak sebelum usia 35 tahun. Setelah usia ini, kesuburan pria mulai menurun.

Setelah usia 35 tahun, sperma dapat menyebabkan kehamilan, tetapi mutasi juga dapat terjadi. Jika usia pria di atas 45 tahun, kemungkinan keguguran jauh lebih tinggi, terlepas dari usia sang wanita.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan parameter air mani, yang menjadi tolak ukur sperma yang sehat.

Ini termasuk jumlah, morfologi (bentuk), dan motilitas (gerakan). Mulai sekitar usia 35 tahun, parameter air mani pria semakin memburuk.

Kesehatan sperma bergantung pada berbagai faktor yang memengaruhi peluang kesuburan. Dari segi kuantitas, tingkat kesuburan lebih besar bila air mani yang dikeluarkan dalam satu ejakulasi minimal 15 juta sperma per mililiter.

Sementara berdasarkan motilitas sperma, kehamilan mungkin tidak terjadi ketika sperma yang bergerak dalam ejakulasi kurang dari 40 persen.

Berita Terkait

Berita Terkini