Info

Kata Psikolog, Ini yang Bakal Terjadi Pada Pelaku Pernikahan Dini

Dari persepsi psikolog, ini yang akan terjadi kepada orang yang nikah di usia masih belia.

Rendy Adrikni Sadikin

Ilustrasi pernikahan. (Pixabay)
Ilustrasi pernikahan. (Pixabay)

Himedik.com - Indonesia geger dengan pernikahan usia anak-anak antara RS dan MA yang terjadi di Bantaeng, Sulawesi Selatan. RS, si mempelai laki-laki, masih berusia 13 tahun. Sementara mempelai perempuannya, MA, merupakan siswi SMK berusia 17 tahun.

Meski diklaim berlandaskan sama-sama cinta dan sayang, tapi apakah hal itu wajar melangsungkan pernikahan di usia yang masih anak-anak?

Kepada Suara.com, psikolog Yayasan Pulih Jakarta, Gisella Tani Pratiwi, M.Psi., mengatakan bahwa pemahaman anak akan emosi termasuk emosi mencintai dan menyayangi orang lain, masih pada tahapan eksplorasi dan perkembangan, baik secara biologis dan psikologis.

Pernikahan usia anak-anak [youtube]
Pernikahan usia anak-anak [youtube]

''Perkembangan otak yang masih terbatas mengenai pemikiran rasional, membuat anak-anak, remaja, masih kurang mampu menganalisa konsekuensi jangka panjang akan keputusannya. Tugas orangtua dan orang dewasa sekitarnya yang seharusnya membantu remaja memutuskan hal-hal yang terbaik untuk perkembangannya,'' kata Gisella.

Berkomentar mengenai pernikahan anak-anak yang kerap terjadi di Indonesia, Gisella mengatakan bahwa hal tersebut memiliki konsekuensi dan tekanan psikologis pada diri si anak.

''Pernikahan usia anak dapat menyebabkan tekanan psikologis pada diri anak, karena secara mental, anak belum siap untuk menghadapi dinamika pernikahan yang kompleks. Karena tekanan ini, anak dapat mengalami stres dari yang ringan sampai berat. Selain itu kesempatan anak untuk mengembangkan dirinya juga terhambat, kesempatan mengenyam pendidikan juga biasanya terhenti,'' ujar Gisella.

Untuk itu, Gisella menghimbau agar orangtua, tokoh agama, masyarakat, dan lembaga pelaksana pernikahan sadar bahwa pernikahan usia anak hanya akan membawa masalah baru, banyak risiko dan bukan sebuah solusi.

''Banyak pernikahan usia anak mengalami konflik pernikahan, bercerai, dan memiliki tingkat ekonomi ke bawah. Belum lagi kerugian pribadi seperti kondisi kesehatan mental yang buruk, terhambat mengembangkan diri, dan kondisi kesehatan reproduksi yang berisiko,'' tutup psikolog lulusan Universitas Indonesia tersebut.

Berita Terkait

Berita Terkini