Anak

Studi: Sekolah Daring Turunkan Risiko Kecemasan pada Remaja, Kok Bisa?

Sebuah studi di Inggris menunjukkan bahwa sekolah daring bisa menurunkan risiko kecemasan.

Yasinta Rahmawati | Fita Nofiana

Ilustrasi remaja. (Pixabay/cherylholt)
Ilustrasi remaja. (Pixabay/cherylholt)

Himedik.com - Banyak orang menduga bahwa sekolah daring selama pandemi virus corona Covid-19 mungkin memicu rasa kecemasan pada remaja karena menurunnya komunikasi sosial. Namun, penelitian baru menunjukkan bahwa beberapa anak-anak mungkin malah merasa lega saat mereka melakukan sekolah daring.

Melansir dari Healthline, studi yang dilakukan oleh para peneliti di University of Bristol menunjukkan bahwa sekolah daring nyatanya malah mengurangi kecemasan pada remaja.

Pada penelitian ini, setidaknya ada lebih dari 1.000 siswa kelas sembilan dari 17 sekolah menengah di Inggris Barat Daya yang berpartisipasi.

Melalui analisis dan wawancara, tim peneliti menemukan bahwa 54 persen anak perempuan berusia 13 hingga 14 tahun yang berisiko mengalami kecemasan sebelum pandemi angkanya turun 10 persen selama lockdown atau belajar di rumah.

Studi: Sekolah Daring Turunkan Risiko Kecemasan pada Remaja, Kok Bisa? - 1
Ilustrasi lelah belajar di rumah. (Shutterstock)

Sementara 26 persen anak laki-laki dalam kelompok usia yang sama dengan risiko mengalami kecemasan, angkanya turun jadi 18 persen selama lockdown atau belajar di rumah.

Namun, perlu dicatat bahwa tingkat depresi tetap konsisten, di mana anak perempuan mengalami peningkatan risiko sebesar 3 persen dan anak laki-laki mengalami penurunan 2 persen selama pandemi.

Emily Widnall, MSc yang merupakan penulis utama studi tersebut mengatakan bahwa ia dan timnya terkejut saat melihat hasil survei tersebut. Sebab banyak pakar kesehatan anak, memperkitakan kecemasan meningkat sekolah daring dilakukan.

"Kami tahu bahwa sekolah bagi banyak remaja mungkin malah dapat menimbulkan kecemasan dalam hal tekanan ujian dan hubungan teman sebaya termasuk perundungan," kata Widnall.

"Ini benar-benar kesempatan yang unik untuk memahami perasaan banyak remaja yang lebih muda tanpa tekanan kehidupan sekolah sehari-hari," imbuhnya.

Ilustrasi Remaja Depresi. (Shutterstock)
Ilustrasi Remaja Depresi. (Shutterstock)

Frank A. Ghinassi, PhD, ABPP, Presiden dan CEO Perawatan Kesehatan Perilaku Universitas Rutgers Health yang tidak terlibat dalam penelitian tersebut menjelaskan bahwa ada beberapa faktor kunci yang mendorong depresi dan kecemasan di kalangan remaja.

Di antaranya adalah kekurangan makanan, tekanan ekonomi, ketidakstabilan di rumah, perselisihan antara orang tua, kekerasan dalam rumah tangga, masalah harga diri, perundungan, status sosial, harapan akademis, masalah hubungan romantis hingga perasaan tidak dimiliki.

Berita Terkait

Berita Terkini