Anak

Meski Bikin Pusing, Belajar Matematika Penting untuk Perkembangan Otak

Peneliti pun memperingatkan bahwa berhenti belajar matematika setelah usia 16 tahun dapat merugikan para remaja.

Yasinta Rahmawati | Rosiana Chozanah

Ilustrasi belajar matematika (Pixabay/_Alicja_)
Ilustrasi belajar matematika (Pixabay/_Alicja_)

Himedik.com - Banyak anak-anak yang tidak suka mata pelajaran matematika karena dianggap susah. Tetapi tahukah Anda, belajar matematika ini sangat penting dalam perkembangan otak.

Sebuah penelitian terbaru menunjukkan siswa yang berhenti mempelajari matematika pada usia 16 tahun memiliki jumlah zat kimia otak yang lebih sedikit. Zat ini penting untuk perkembangan otak dan kognitif.

Otak para remaja tersebut memiliki lebih sedikit asam gamma-aminobutyric, bahan kimia yang sangat penting untuk plastisitas otak, lapor The Guardian.

Berdasarkan studi dari departemen psikologi eksperimental Universitas Oxford, Inggris, pengurangan bahan kimia, yang berfungsi sebagai neurotransmitter, ditemukan di area utama otak yang mendukung memori, pembelajaran, penalaran, pemecahan masalah, dan hitung menghitung.

Peneliti pun memperingatkan bahwa berhenti belajar matematika setelah usia 16 tahun dapat merugikan para remaja.

Ilustrasi Soal Matematika Perkalian (Pixabay/Ramdlon)
Ilustrasi Soal Matematika Perkalian (Pixabay/Ramdlon)

Dalam studi ini, lebih dari 130 siswa berusia 14 hingga 18 tahun ambil bagian dalam penelitian. Siswa di atas 16 tahun ditanya apakah mereka sudah berhenti belajar matematika, sementara yang lebih muda ditanya apakah mereka berencana berhenti belajar mata pelajaran tersebut.

Masing-masing dari mereka menjalani pemindaian otak dan penilaian kognitif, dan ditindaklanjuti 19 bulan kemudian. Peneliti mengetahui apakah mereka belajar atau tidak belajar matematika dari konsentrasi bahan kimia otak.

"Studi kami memberikan tingkat pemahaman biologis baru tentang dampak pendidikan pada otak yang sedang berkembang dan efek timbal balik antara biologi dan pendidikan. Belum diketahui bagaimana disparitas ini, atau implikasi jangka panjangnya, dapat dicegah," kata pemimpin penelitian Roi Cohen Kadosh, ahli saraf kognitif di Oxford.

Mengakui bahwa tidak setiap remaja menyukai matematika, dia mengatakan alternatif yang menghasilkan efek yang sama harus diselidiki, termasuk pelatihan logika dan penalaran yang melibatkan area otak yang sama dengan matematika.

Berita Terkait

Berita Terkini