Info

Jadi Cabang Olahraga, Perlukah Atlet E-Sports Latihan Fisik?

Kenyataannya atlet e-sport berlatih layaknya olahragawan lain.

Rauhanda Riyantama

Pertandingan e-sports. (gamebrott.com)
Pertandingan e-sports. (gamebrott.com)

Himedik.com - Ada yang baru dalam Asian Games 2018. Selain olahraga fisik, juga dipertandingkan e-sports. Ada enam visual games yang dipertandingkan, yaitu Arena of Valor (AOV), Pro Evolution Soccer (PES) 2018, League of Legends (LOL), Clash Royale (CR), Hearth Stone (HS), dan Star Craft II.

Indonesia sendiri menerjunkan 17 atlet beserta pelatihnya. Bahkan, ada pelatih dan atlet dengan nama panggung yang unik. Para atlet e-sports Indonesia diseleksi oleh Asosiasi eSports Indonesia (IeSPA) dan dibantu beberapa komunitas.

Asian Games 2018 menjadi ajang uji coba kompetisi e-sports. Olahraga elektronik ini resmi menjadi cabang prestasi mulai di Asian Games Hangzhou 2022. 

Sementara itu, panitia Asian Games menganggap e-sports seperti catur atau cabang lain yang minim pergerakan fisik. Memang atlet e-sport minim pergerakan fisik, namun perlu ketangkasan dan pengaturan strategi hingga dipertimbangkan menjadi cabang olahraga.

Sekilas e-sports tak ubahnya salah satu bentuk pola hidup yang berakibat buruk bagi kesehatan. Kenyataannya atlet e-sport berlatih layaknya olahragawan lain.

Dirangkum Himedik, pelatih fisik dan kekuatan San Francisco 49ers Taylor Johnson menyusun program kebugaran untuk atletnya. Johnson memodifikasi program tersebut agar sesuai kebutuhan atlet e-sports. "Dengan tubuh yang sehat ada daya pikir yang kuat," katanya.

Program kebugaran meliputi perbaikan nutrisi, fisik, persiapan psikologi, istirahat, dan pemulihan. Atlet berlatih dengan pendampingan dan jadwal yang ketat. Mereka juga langsung mendapat penanganan bila tubuhnya merasa tidak nyaman.

Johnson mengatakan, saat ini sudah menjadi kebiasaan mengunggah swafoto atlet e-sports usai ngegym atau olahraga bersama. Latihan fisik untuk atlet e-sports meliputi hal rutin dan ergonomi.

Programnya tak hanya membantu atlet merasa nyaman, sehat, dan siap menghadapi turnamen besar. Para atlet dibantu mempertahankan performa terbaiknya dalam waktu lama, dalam kondisi minim kecelakaan, dan bugar. "Stigma pola hidup buruk dengan jadwal berantakan atlet e-sports sama sekali tidak benar," tegas Johnson.

Selain itu, kesehatan fisik dan mental atlet e-sports tak bisa dianggap remeh. Berbeda dengan yang bermain hanya untuk kesenangan, atlet dituntut menampilkan kinerja terbaik setiap saat.

Mereka yang rutin berlatih bisa bertahan duduk lebih lama di belakang komputer, konsentrasi, dan memenangkan pertandingan. 

Berita Terkait

Berita Terkini