Info

Protein A2 dalam Susu Sapi Lebih Baik Ketimbang A1, Ahli Paparkan Alasannya

Perbedaan A1 dan A2 sendiri hanyalah satu asam amino dalam protein yang mengandung 209 asam amino. Namun, ini berpengaruh besar pada bagaimana protein dicerna.

Yasinta Rahmawati

Webinar ''A Closer Look In Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2's Benefit'' (PDGKI JAYA)
Webinar ''A Closer Look In Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2's Benefit'' (PDGKI JAYA)

Himedik.com - Selama ini, jika ada keluhan terkait usai minum susu sapi, yang disalahkan biasanya selalu lactose intolerance atau intoleransi laktosa. Namun menurut penelitian, kandungan protein dalam susu sapi ternyata memiliki peran.

Dr. Fiastuti Witjaksono, dokter spesialis gizi klinik di Rumah Sakit Siloam Semanggi Jakarta Selatan menjelaskan bahwa di dalam susu solid, selain mengandung lactose 37 persen, terdapat protein sekitar 27 persen.

"Protein ini ada alpha-casein, beta-casein, whey-casein, beta-casein itu berkisar 39 persen dari keseluruhan protein yang ada di susu sapi. Varian beta-casein yang utama adalah A1 dan A2," jelasnya dalam webinar "A Closer Look In Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2's Benefit", Sabtu (27/02/2021).

Susu sapi dengan beta-casein A2 disebut lebih aman ketimbang A1. Sebab saat dicerna, susu sapi A1 dapat menghasilkan kondisi suatu ikatan beta-casomorphin7 (BCM7).

"Inilah (BCM7) yang menyebabkan masalah kalau seseorang minum susu muncul gejala malabsopsi baik ringan hingga berat," ujar Dr. Fiastuti dalam webinar yang diadakan Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Jaya tersebut.

Webinar "A Closer Look In Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2's Benefit" (PDGKI JAYA)
Webinar "A Closer Look In Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2's Benefit" (PDGKI JAYA)

BCM7 ini juga bisa memengaruhi usus secara mekanik, yang berdampak pada intestinal hingga produksi hormon.

Profesor Keith Bernard Woodford dari Lincoln University, New Zealand yang sudah lama fokus mempelajari isu susu sapi A1 versus A2 pun hadir dalam webinar dan memberi penjelasan lebih lanjut.

Perbedaan A1 dan A2 sendiri hanyalah satu asam amino dalam protein yang mengandung 209 asam amino. Namun, ini berpengaruh besar pada bagaimana protein dicerna.

"Awalnya semua beta-casein adalah A2. Namun, sebagai hasil dari mutasi historis, banyak (tetapi tidak semua) sapi tipe Eropa menghasilkan bentuk beta-asein yang berbeda yang disebut A1 beta-casein," ujarnya Prof. Keith.

Sebaliknya, beta-casein yang dihasilkan sapi di wilayah Asia dan Afrika adalah tipe A2 beta-casein. Sehingga, jika suatu perusahaan di Indonesia mengimpor sapi dari Eropa, bisa saja orang mengonsumsi tipe susu A1.

Webinar "A Closer Look In Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2's Benefit" (PDGKI JAYA)
Webinar "A Closer Look In Malnutrition and Malabsorption: The Acknowledgment of Beta-Casein A2's Benefit" (PDGKI JAYA)

Sayangnya, penyebab dari adanya mutasi A2 ke A1 ini belum diketahui. Selain itu, untuk membedakan sapi yang menghasilkan A1 atau A2 tidak bisa hanya dilihat dari mata telanjang, dibutuhkan tes DNA untuk mengetahuinya.

"Kita tahu bahwa semua susu mengandung nutrisi yang bagus untuk kesehatan. Tapi kita juga tahu bahwa BCM7 dari susu A1 bersifat inflamasi dan dapat menyebabkan reaksi sitokin dan mengurangi efisiensi paru-paru, ditambah banyak efek lainnya," ungkap Prof. Keith.

Sehingga, susu A2 adalah alternatif yang lebih aman untuk susu A1 dalam kaitannya dengan kekebalan penyakit secara umum, terutama bagi orang-orang dengan kapasitas paru-paru yang berkurang.

Untungnya, beberapa perusahaan besar sudah memiliki produk susu A2 seperti Nestle, Danone, Johnson & Johnson hingga Kin Dairy yang ada di Indonesia.

"Lantas apa solusinya? Jawabannya mudah, yakni ubah peternakan sapi perah dunia menjadi A2. Masalahnya adalah itu akan memakan waktu. Selain itu, konsumen harus diberi tahu tentang beberapa masalah kesehatan kompleks yang sulit dijelaskan kepada khalayak awam," jelas Prof. Keith.

Berita Terkait

Berita Terkini